Kupang, HN – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT, Emilia Julia Nomleni berharap Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk serius memperhatikan data pasien COVID-19 sebelum di input atau dilaporkan ke sistem nasional.
Pernyataan itu disampaikan Emi Nomleni menyusul terjadi kekeliruan data pasien COVID-19 dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, saat Rapat Terbatas Evaluasi Perkembangan dan Tindak Lanjut PPKM Level 4 di Istana Kepresidenan Bogor, 7 Agustus 2021 lalu.
Dalam rapat tersebut, Presiden Joko Widodo menyoroti kenaikan kasus baru di NTT, karena terjadi penambahan kasus aktif yang naik secara signifikaan sepekan terakhir di Provinsi NTT.
Menurut Politisi PDIP ini, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menyikapi persoalan kekeliruan data tersebut, sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi banyak pihak, terkait data pasien COVID-19.
“Ini yang harus di cek kebenarannya. Supaya data ini tidak membuat bingung bagi banyak pihak. Karena ini presiden langsung yang berbicara. bahwa NTT urutan ketiga,” ujar Emi Nomleni kepada wartawan, Senin 9 Agustus 2021.
Sebagai Ketua DPRD NTT, dirinya meminta kepada Pemprov NTT bahwa semua data pasien COVID-19 wajib diperhatikan secara serius, karena data yang disampaikan akan menjadi acuan dalam mengambil sebuah kebijakan.
“Karena data ini akan digunakan untuk pengalokasian anggaran dalam menangani COVID-19. Sehingga kalau data ini tidak pasti, maka akan menjadi kesulitan bagi kita. Jadi kita harap pemerintah harus serius untuk memperhatikan soal data ini,” jelasnya.
Dia menjelaskan, terkait persoalan tersebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi NTT untuk melakukan kroschek terkait kevalidan data yang dilaporkan.
“Setelah di cek, ternyata data itu di input langsung oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, dan jumlah tersebut merupakan akumulasi dari semua pasien COVID dalam beberapa waktu terakhir,” terang Emi Nomleni.
Dengan demikian, dirinya berharap kepada seluruh Kabupaten/Kota untuk menginput data secara valid, dan data tersebut wajib di pilah lagi, antara pasien yang terpapar COVID perhari, sampai pada akumulasi.
“Supaya data itu tidak menjadi catatan bahwa setiap hari kenaikan jumlah kasus seperti ini. Padahal itu akumulasi dari beberapa hari dari kabupaten yang belum sempat di input,” tegasnya.
Dia menambahkan, kekeliruan itu menjadi catatan penting, sehingga pemerintah harus lebih serius dalam memperhatikan data pasien. Karena data tersebut menjadi catatan penting dalam proses penanganan COVID-19.
“Data itu kita sangat butuhkan. Karena kalau data ini menjadi besar, maka konsekuensi logisnya bahwa anggaran harus ada. Karena COVID ini tdak hanya soal sakit. Tetapi berdampak juga bagi ekonomi dan hal lainnya,” pungkas Emi Nomleni.
Sementara Sekretaris Daerah (Sekda) NTT, Benediktus Polo Maing, menjelaskan, persoalan data COVID merupakan kekeliruan daerah dalam menginput data pasien.
“Jadi kasus yang terjadi pada tanggal 6 Agustus itu, kalau dilihat dari rekapitulasi yang ada, orang terkonfirmasi positif COVID di NTT itu 600 lebih orang. Tetapi yang terlapor ke sistem nasional itu sebanyak 3589 orang,” jelas Sekda Polo Maing.
Menurutnya, data tersebut di input oleh masing-masing Kabupaten/Kota ke sistem nasional. Selain melaporkan data harian, mereka juga menginput data pasien COVID yang belum sempat dilaporkan dalam dua sampai tiga bulan belakangan.
“Mereka input seperti itu karena dalam pikiran mereka bahwa untuk pertanggungjawaban sumber daya terkait penanganan COVID. Misalkan mereka sudah menggunakan logistik seperti Rapid Antigen dan alat lain untuk penanganan COVID, dan logistiknya habis, tetapi yang terpapar positif tidak banyak,” jelasnya.
Ia menuturkan, Pemerintah Kabupaten/Kota hanya berpikir dari aspek audit, sehingga mereka menginput data tanpa berpikir bahwa akan memberikan salah pengertian bagi level pengambil kebijakan.
“Karena kalau biasanya data meningkat hanya 400-600 dan tiba-tiba melonjak jadi 3000, maka ada sesuatu yang luar biasa. Dan pantas presiden meresponnya seperti itu,” jelasnya.
Dia menjelaskan, setelah data pasien terinput dan terpublikasi, pihaknya coba untuk menelusuri detail datanya, dan ternyata ditemukan terjadi kekeliruan penginputan data dari semua Kabupaten/Kota di NTT.
“Sehingga kami sudah berkoordinasi dengan para Sekda, dan meminta Kadis Kesehatan merumuskan surat secara baik, untuk memberi arahan kepada Kabupaten/Kota. Karena persoalan ini kita harus cari solusinya,” ungkapnya.
Langkah yang ditempuh, kata dia, untuk data yang belum dilaporkan dan masih terdapat pasien yang positif COVID-19 wajib untuk di input. Sementara bagi pasien terpapar yang sudah dinyatakan sembuh tidak perlu dilaporkan.
Untuk pertanggungjawaban, Sekda meminta Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membuat berita acara terkait masyarakat terpapar COVID yang sudah sembuh tetapi belum dilaporkan ke sistem nasional.
“Jadi itu ditanda tangan dan disimpan sebagai bukti ketika di audit. Sehingga ada bukti bahwa data tidak input karena takut akan mengganggu akurasi data secara nasional, dalam kaitan dengan penanganan COVID harian,” tandasnya. (*)
DPRD Minta Pemprov NTT Serius Perhatikan Data Pasien COVID-19
