Kisah Polisi di Kota Kupang, Tampung dan Asuh Anak Yatim, Hingga Bangun Panti Asuhan

Yunus Laba, Pendiri Panti Asuhan Generasi Pengubah pada tahun 2006 silam, di lokasi Jalan HR Koroh Km 8, Kelurahan Belo, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang/Foto: Eman Krova

Kupang, HN – Pengalaman menjalani hidup masa kecil di Panti Asuhan menjadi salah satu motivasi terbesar Ayub Yunus Labba, untuk berkarya dan membantu anak-anak yatim piatu dan kurang mampu di lingkungan hidupnya.

Yunus Labba merupakan seorang Anggota Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT), yang mampu mendirikan Panti Asuhan Generasi Pengubah pada tahun 2006 silam, di lokasi Jalan HR Koroh Km 8, Kelurahan Belo, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.

“Awalnya saya tidak berpikir untuk bangun panti ini. Tetapi karena jumlah anak-anak semakin banyak setiap tahun, sehingga saya putuskan untuk membangun Panti Asuhan,” ujar Yunus Labba kepada wartawan, Selasa 10 Agustus 2021 petang.

Gaji yang terbatas sebagai seorang petugas kepolisian tidak menyurutkan niat dan semangatnya untuk mengusahakan pembangunan dan operasional Panti Asuhan. Meski sempat mendapat penolakan dari isterinya.

Menyadari besarnya kebutuhan operasional Panti Asuhan, sepulang dari tugas sebagai seorang polisi, Yunus Labba justru tidak merasa gengsi untuk mencari penghasilan tambahan demi memenuhi kebutuhan anak asuhnya.

“Saya putuskan untuk mencari kerja sampingan di luar Institusi Polri. Dan akhirnya saya diterima di Lippo Plaza Kupang sebagai seorang Securitty. Saya berpikir bahwa itu bisa menopang dan membantu mereka. Tetapi ternyata masih sangat kurang, karena jumlah mereka sudah mencapai belasan orang,” jelasnya.

Dalam segala keterbatasan, pada tahun 2016 justru jumlah anak mengalami penambahan hingga puluhan orang. Sehingga Yunus Labba memutuskan untuk membangun Panti Asuhan dengan nama Generasi Pengubah, agar memiliki legalitas yang jelas.

“Saya sempat tukar pikiran dengan kawan Pendeta, dan mereka arahkan saya untuk bangun Panti Asuhan, sehingga memiliki legalitas. Karena anak-anak ini merupakn generasi penerus bangsa yang harus mendapat perhatian,” terangnya.

Menurutnya, setelah mengurus semua persyaratan, pada awal tahun 2017 silam, dirinya mendapatkan Akta Notaris dan Surat Keputusan dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), untuk legalitas Panti Asuhan yang dibangun.

Yunus mengisahkan, perjalanan panjang dan suka duka membangun Panti Asuhan akhirnya terwujud usai ijin operasionalnya dikeluarkan oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kota Kupang pada tahun 2018 lalu.

“Setelah mendapat ijin operasional, awalnya jumlah anak hanya 34, di tahun 2021 ini jumlah mereka terus bertambah hingga 81 orang. Dan mereka berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda. Ada yatim piatu, terlantar dan orang tua yang tidak mampu mengurus mereka,” jelas Yunus Labba.

Meningkatnya jumlah anak tidak membuat Yunus Labba hilang akal untuk mengurus mereka. Meski biaya operasional Panti Asuhan mencapai angka Rp.25-30 juta setiap bulan. Karena dirinya percaya bahwa, apa yang dilakukan merupakan sebuah pelayanan terhadap sesama.

“Karena saya sangat percaya bahwa Tuhan pasti menolong dengan caranya. Ditengah pandemi COVID, saya merasa benar-benar tergoncang, karena harus memenuhi kebutuhan makan dan minum, serta kebutuhan lainnya. Tetapi banyak saudara kita yang membantu mereka,” ucapnya.

Untuk bertahaan dan mencukupi kebutuhan anak asuhnya, Yunus Labba membuat sebuah sawah, yang digunakan untuk menanam beras, karena mengingat banyaknya jumlah anak asuhnya di Panti Asuhan.

“Jadi kami buat sawah, krena jumlah kita banyak. Akhirnya saya dapat sawah dan menanam disana. Hasil yang kami panen mencapai 70 blek, dan itu sedikit menopang kami selama masa pandemi COVID-19,” kisah Yunus Labba.

Pengorbananya tidak sampai disitu, Yunus Labba justru menyekolahkan anak asunya mulai dari Paud, Sekolah Dasar (SD) SMP, SMA, hingga ke Perguruan Tinggi.

“Jumlah mereka 81 orang. 36 anak sudah kuliah, sementara sisanya masih duduk dibangku Paud, SD, SMP dan SMA,” terangnya.

Dia menjelaskan, untuk menunjang proses belajar siswa ditengah masa pandemi, dirinya telah memasang dua unit wifi, sehingga ketika mengikuti pelajaran secara daring, para siswa tidak mengalami kendala.

“Karena belajar masih online, saya pasang wifi dua. Ini memang cukup berat, tetapi merupakan pelayanan, dan saya percaya bahwa cara Tuhan pasti menonong saya,” ujarnya.

Sementara untuk biaya pendidikan, dirinya telah menyiasati dengan cara melakukan pendekatan terhadap pihak sekolah untuk memberikan beasiswa kepada anak asuhnya. Meski terdapat sejumlah sekolah yang tidak memberikan beasiswa.

“Contonya di SMA VI, itu tidak ada toleransi. Saya pikir sekolah negeri ini justru lebih sulit. Harusnya bisa ada perhatian. Kalau free itu di SMP XII, SMA VI, dan SD Generasi Bangsa, itu dari sekolah dan yayasan kasih keringanan. Sementara di SMA VI saya bayar sendiri,” terangnya.

Dengan demikian, dirinya berharap kepada pihak pemerintah untuk turut memperhatikan anak-anak tersebut, untuk sedikit memberikan lahan demi membangun tempat mereka yang baik dan layak untuk menampung mereka.

“Terus terang saja, bahwa saya butuh tempat. Karena target saya itu menampung 300 anak. Saya sudah deteksi banyak anak-anak yang perlu kita tolong,” ucapnya.

Menurutnya, dirinya membutuhkan tempat yang sedikit luas, sekitar 1000-2000 meter persegi untuk membangun tempat tinggal mereka, disertai tempat pelatihan.

“Itu harapan saya untuk bisa mendapatkan sedikit lahan. Sehingga membangun tempat tinggal dan tempat pelatihan seperti mebel atau bengkel. Karena disini sempit,” harapnya.

Dirinya juga menyampaikan terima kasih kepada mantan Wakil Kapolda (Wakapolda) NTT, Irjel Pol Drs. Jhoni Asadoma yang selalu setia menjadi donatur tetap dari Panti Asuhan Generasi Pengubah.

“Terima kasih untuk mantan Waka Polda NTT, Drs. Joni Asadoma yang setiap bulan selalu memberikan jatah bantuan 100 kg beras dan kebutuhan lainnya bagi anak-anak di Panti Asuhan,” tandasnya. (*)

BACA JUGA:  DPRD Minta Pemprov NTT Serius Perhatikan Data Pasien COVID-19
error: Content is protected !!