Kupang, HN – Sengketa tanah Pagar Panjang dan Danau Ina terus mencuat ke publik, usai Kuasa Hukum Pieter Konay, Yance Thobias Mesah, SH membeberkan sejumlah fakta baru dibalik eksekusi tanah Pagar Pajang dan Danau Ina.
Perwakilan keluarga Konay, Marten Konay dengan tegas mengatakan, justru Pieter Konay melakukan tindakan jahat dengan memalsukan seluruh dokumen, salah satunya pemalsuan surat baptis, dengan tujuan untuk menguasai tanah milik Esau Konay di Pagar Panjang dan Danau Ina.
“Jadi kalau Yance Thobias Mesah mengatakan bahwa orang tua kami, Esau Konay merampas tanah Pieter Konay, maka sekarang saya pegang data Pieter Konay yang sebenarnya. Mulai daftar dari gereja sampai pada pemalsuan surat baptis,” ujar Marten Konay, Selasa 31 Agustus 2021.
Dia menjelaskan, kakek Pieter Konay, lahir di Rote pada tanggal 19 Juli 1917, baptis di Gereja Betel Oesapa pada 30 Juli 1919 dengan nama Daniel Johanis, dan isterinya bernama Nope Nitbani. Surat keterangan ini merupakan bukti dari gereja tertanggal 3 Maret 1988.
Pada tanggal 5 Maret 1988, pihaknya kembali meminta surat keterangan dari Gereja Nasareth Nekbaun, dan surat dikeluarkan Pendeta Ny. YN Leba bahwa Pieter Konay lahir pada 4 Juni 1947, dan dibaptis di Nekbaun, 19 November 1947. Nama orang tuanya Bertolomeus Johanis dan ibunya Maria Nepa.
“Berarti ayah dari Piter Konay itu Bertolomeus Johanis, yang merupakan anak dari Daniel Johanis dan isterinya Nope Nitbani. Setelah itu, Bertolomeus menikah dengan Maria Nepa, dan melahirkan Pieter. Kalau Pieter ini bapaknya marga Johanis, berarti dia dengan sendirinya Johanis. Bukan Konay,” terang Marten Konay.
Kebohongan mulai terlihat ketika pada tahun 1975, ada surat baptis milik Daniel Jihanis yang mengatakan bahwa Daniel Johanis lahir di Niki-niki, Pulau Timor, Timor Tengah Selatan pada 1917, dan dibaptiskan di Gereja Betel Oesapa.
“Benar bahwa dia lahir pada tahun 1917. Tetapi di Rote, bukan di Niki-niki. Lalu dalam surat, nama ayahnya Daniel Konay dan ibunya tetap Nope Nitbani. Kok di surat lain, nama ayahnya Daniel Johanis,” tanya Marten Konay.
Melihat kejanggalan itu, pihaknya kemudian melakukan pengecekan ke gereja melalui nomor register surat baptis 4599, dan gereja Kota Kupang mengeluarkan buku induk gerejanya.
“Disitu terkuak bahwa nomor registrasi 4599 itu ternyata orangnya bernama Berta, yang berdomisili di wilayah sekitar Nunhila. Jadi ini surat baptis yang mirip tapi tak sama. Dia hanya ambil tahunnya yang sama dengan abjat yang mendekati. Jadi dari Berta menjadi Bertolomeus, tetapi dengan nomor registrasi yang sama. Nomor registrasi yang sama tidak mungkin ada dua di gereja,” terang Marten Konay.
Dia menambahkan, Pieter Konay dan Bertolomeus Konay sebenarnya memiliki marga Johanis. Bukan Konay. “Dan saya dapat pertnggungjawabkan itu karena secara fakta saya pegang bukti ini,” tandasnya.
Sementara Kuasa Hukum keluarga Konay, Fransisco Bernardo Besi, mengatakan, sebagai kuasa hukum, pihaknya menghargai upaya Peninjauan Kembali (PK) dari Piter Konay, melalui kuasa hukumnya Thobias Mesakh, SH.
“Kami hargai upaya hukum yang dilakukan. Tetapi kalau berbicara, harus berdasarkan fakta yang ada. Bahwa putusan nomor 78 sampai putusan MA maupun Pengadilan Tinggi semuanya sudah jelas,” ujar Fransisco Bessi.
Menurutnya, yang dibicarakan selama ini merupakan hal yang sama, dan sudah diuraikan oleh rekan-rekan advokat sebelumnya. Sehingga, jika mau berbicara harus berdasarkan data dan bukti yang baru.
“Jangan hanya bicara menggunakan asumsi pribadi. Karena hasilnya juga akan sia-sia. Sehingga perlu digaris bawahi, harus menang dulu baru boleh bicara. Kami disini menang sampai tidak ingat sudah berapa kali menang,” terangnya.
Sisko menambahkan, dirinya tetap konsisten bahwa, sengketa tanah Pagar Panjang dan Danau Ina telah dinyatakan selesai. Dan ekeskusi telah selesai dilakukan pada tahun 1996 dan 1997.
Pieter Konay Pernah Dilaporkan ke Polresta
Marten Konay mengatakan, pada tahun 1995 silam, Pieter Konay pernah dilapokan dan dihukum oleh pihak berwajib, atas kasus pemalsuan surat baptis.
Dia menerangkan, pada tanggal 8 Maret 2018, dirinya kembali melaporkan Marten Konay ke Polresta, dengan kasus yang sama.
“Namun Pieter Konay pernah dihukum dengan pasal yang sama terkait pemalsuan surat baptis pada 1995 silam, sehingga Polresta menganggap perkara ini Nebis in idem, dan tidak dapat dihukum dengan pasal yang sama,” jelasnya.
“Disitu saya kasih komplain ke Polda NTT, dan saya kasih contoh. Jika orang melakukan pembunuhan dan dihukum penjara. Setelah bebas dan mengulangi perbuatannya, apakah tidak bisa dihukum lagi karena pernah dihukum dengan pasal yang sama,” jelas Maren menambahkan. (*)