Hukrim  

Marten Konay Sebut Pernyataan Thobias Mesah Adalah Sebuah Kekeliruan Besar

Alih waris keluarga Konay, Marten Konay (Kiri) dan Kuasa Hukum Pieter Konay, Yance Thobias Mesah (Kanan)/Foto: Istimewa

Kupang, HN – Sengketa tanah Pagar Panjang dan Danau Ina, yang melibatkan keluarga Konay masih menjadi polemik di kalangan masyarakat NTT, khususnya Kota Kupang.

Pasalnya, Kuasa Hukum Pieter Konay, Yance Thobias Mesa, beberapa waktu lalu mengatakan, ada kebohongan besar dibalik sengketa tanah Pagar Panjang dan Danau ini beberapa tahun silam.

Menanggapi pernyataan Thobias Mesah, alih waris keluarga Konay, Marten Konay dengan tegas meminta Thobias Mesah untuk membaca putusan perkara nomor 19 tahun 1952, sebelum menyampaikan statmennya ke publik.

Menurutnya, tuduhan Thobias Mesah bahwa pihaknya memberikan pernyataan hanya merujuk pada nomor perkara tanpa melihat amar putusan sehingga terjadi kebohongan atas kepemilikan tanah Pagar Panjang dan Danau Ina adalah sebuah kekeliruan besar.

“Pertanyaan saya, perkara ini dari tahun 1951, dan dieksekusi pada tanggal 15 Maret 1996. Waktu itu Yance Thobias dimana?. Kok dia tahu asal usul tanah,” ujar Maren Konay kepada wartawan, Selasa 31 Agustus 2021.

Dia menyebut, dalam pemberitaan yang beredar luas, salah satu poin yang disampaikan Thobias Mesah bahwa, Esau Konay telah melakukan perampasan tanah milik Pieter Konay di Pagar Panjang dan Danau Ina.

“Karena mungkin Thobias Mesah tidak paham betul siapa itu Pieter Konay,” tegasnya.

Marten menjelaskan, dalam perkara tahun 1951, Bertolomeus Konay, yang adalah ayah Pieter Konay, saat itu sebagai tergugat oleh Viktori Aning, dan mengakui bahwa dia adalah bagian dari keluarga Konay.

“Sedangkan menurut Viktori Aning, bahwa penggugat Bertolomeus Konay bukan merupakan marga yang sebenarnya. Tetapi dia berasal dari marga Johanis,” tegas Marten Konay.

Ia menerangkan, dalam perkara nomor 19 tahun 1952 pada putusan banding sunda kecil, Bertolomeus Konay diminta oleh Hakim untuk membuktikan bahwa dirinya merupakan bagian dari keluarga Konay, dan cucu dari Bety Konay.

Katanya, tiga bulan lamanya Bertolomeus tidak dapat membuktikan bahwa dia cucu dari Bety Konay, maka Pengadilan menganggap orang yang bernama Bety Konay merupakan tokoh fiksi hasil ciptaan Bertolomeus Konay. Bukan ciptaan Tuhan.

“Jadi sekarang kalau mereka katakan bahwa Pieter Konay dan Bertolomeus adalah keturunan dari Bety Konay, maka silahkan cari warisan dari Bety Konay,” pinta Marten.

Sehingga, Marten menduga bahwa, pernyataan Yance Thobias Mesa merupakan bagian dari strategi untuk menghalangi P21 dari kejaksaan terhadap Pieter Konay.

“Karena sekarang Pieter Konay sudah menjadi tersangka di Polda NTT, atas laporan Ferdinan Konay terkait kasus penyerobotan dan mafia tanah. Kok kemarin Thobias Mesah ke PN kupang ajukan PK seolah-olah perkara ini belum inkrah,” jelasnya.

Sebagai pengacara, Marten Konay ingatkan Yance Thobias Mesah untuk mengerti terhadap asas hukum. Bahwa PK itu upaya luar biasa yang tidak akan menghalangi putusan Mahkama Agung yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Jadi P21 tetap jalan, dan tersangka tetap tersngka. Jadi Pieter jangan mau halang-halangi, dan beralasan bahwa masih ada perkara perdata. Dalam Perma no 50 itu tentang perkara pidana dan perkara perdata yang masih berjalan, maka tunggu sampai perkara perdatanya selesai dulu. Tetapi ini kan sudah berkekuatan hukum tetap, maka PK itu tidak akan halangi putusan MA,” terangnya.

Marten menambahakan, jika mereka tidak puas terhadap putusan MA, maka silahkan banding. Bila perlu lapor ke pihak yang berwajib.

“kalau tidak puas bisa banding, atau lapor ke polisi. Saya tunggu,” tandanya. (*)

BACA JUGA:  Kejati NTT Mulai Sita Kendaraan Dinas Yang Masih Digunakan Para Oknum Mantan Pejabat
error: Content is protected !!