Kupang, HN – PT. Timor Ekspres Intermedia membuat Laporan Polisi (LP) di SPKT Polres Kupang, menyusul aksi kumpul koin oleh Ikatan Keluarga Kepulauan Alor (IKKA) Kupang beberapa waktu lalu.
Laporan dibuat oleh Wakil Direktur PT. Timor Ekspres Intermedia, Yan Yohanes Tandi, pada Rabu 29 September 2021.
Polisi awalnya menerima laporan pihak TIMEX, namun akhirnya tidak diproses karena tidak ada unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Kasat Reskrim Polres Kupang Kota, Iptu Hasry Manase Jaha, saat dikonfirmasi wartawan, mengatakan, pihaknya tidak mengakomodir laporan TIMEX, karena tidak menemukan unsur perbuatan melawan hukum.
“Memang ada lapor, tetapi tidak diakomodir,” ujar Iptu Hasry Manase Jaha kepada wartawan, Sabtu 2 Oktober 2021.
Perwakilan IKKA, Bayu Mauta, menjelaskan, kehadiran pihaknya di TIMEX merupakan keberlanjutan dari aksi donasi kumpul koin yang sudah dilaksanakan sejak 9 September lalu.
Menurut Bayu, aksi kumpul koin yang dilakukan IKKA adalah untuk membantu manajemen TIMEX karena tidak mampu membayar hak-hak karyawannya yang telah di-PHK. Sehingga setelah terkumpul, pihaknya ingin serahkan ke manajemen TIMEX.
“Keberadaan kami di situ diketahui pihak TIMEX dan juga polisi, sehingga sangat disayangkan kalau disebutkan koin siluman. Kalau dibilang koin siluman, berarti kami juga dianggap siluman. Sangat lucu, sebagai media harus jujur dong, tapi kami memaklumi, memahami lelucon yang tidak lucu ini,” kata Bayu Mauta.
Dia menyebut, koin yang terkumpul merupakan bentuk kepedulian warga diaspora Alor di Kupang, termasuk partisipasi sebagian besar jurnalis yang ikut bersimpati dan berempati terhadap persoalan PHK jurnalis TIMEX.
“Banyak teman-teman jurnalis di Kupang yang secara sukarela ikut berpartisipasi menyumbang koin dalam aksi kami,” jelas Bayu.
Bayu yang juga jurnalis senior di Kupang, menyayangkan pemberitaan TIMEX yang menyebutkan bahwa koin yang diletakan di depan pintu utama Graha Pena TIMEX adalah koin siluman.
“Sangat disayangkan, sebagai media yang katanya terbesar dan termahal di daerah ini, tetapi menunjukan kualitas pemberitaan yang sangat parah, keparahan itu kami memaknai dan memaklumi bahwa itulah kejongkokan cara berpikir,” terangngnya.
Bayu menegaskan, sebagai media besar, TIMEX harus jujur dan menulis sesuai fakta, dan jangan melakukan pembohongam publik. Jika tidak ingin menerima sumbangan koin IKKA, maka jangan simpulkan bahwa itu koin siluman.
“Karena keberadaan kami dan juga koin itu diketahui pihak TIMEX. Saat itu ada Waridnya, Yan Yandi, sekuriti dan juga polisi,” tegasnya.
Masih menurut Bayu Mauta, TIMEX yang mengusung moto “Cerdas dan Konsisten”, tetapi nyatanya tidak demikian dalam pemberitaan persoalan ini.
“Kadar kecerdasannya ternyata sejauh itu ya? Miris. Saya lucu sendiri, judul dan isi berita tidak sesuai. Di isi berita, TIMEX menguraikan kronologi keberadaan aksi kami, tetapi judulnya bilang koin siluman. Di sini publik silahkan menilai sendiri kualitas mereka yang katanya cerdas dan konsisten,” kritik Bayu.
“Apalagi yang saya dengar kemudian bahwa inisial wartawan yang dicantumkan di akhir berita ternyata dicatut, begitu juga credit foto. Wartawan yang bersangkutan sudah mengaku tidak pernah menulis berita itu karena saat itu sedang meliput di tempat lain. Ini kan konyol. Masa media sekelas TIMEX bisa seperti itu. Justru kami juga bisa menilai dan simpulkan bahwa ini berita siluman karena ditulis oleh orang yang tidak diketahui. Mungkin saya bisa simpulkan bahwa siluman itu sebenarnya dimulai dari pemberitaan tersebut,” lanjut dia.
Bayu juga sangat menyayangkan nasib oknum wartawan TIMEX yang selalu dijadikan tumbal karena identitasnya selalu dicatut dalam dua kali pemberitaan TIMEX terkait persoalan PHK jurnalis Obet Gerimu.
“Kami dapat informasi yang tulis berita-berita itu Pemred nya sendiri, tapi selalu mencatut inisial resporter nya yang sama sekali tidak tahu-menahu soal substansi persoalan ini. Media yang sudah terverifikasi Dewan Pers koq seperti ini,” kesal Bayu Mauta.
Bayu menerangkan, IKKA saat ini sedang mengkaji laporan TIMEX ke polisi, karena jika tidak memenuhi unsur melawan hukum, maka patut diduga laporan tersebut tidak sesuai fakta sebenarnya dan bisa saja dikategorikan laporan palsu.
“Jika laporannya tidak sesuai fakta sebenarnya, kami akan lapor balik atas dugaan memberikan laporan palsu ke polisi. Juga soal pencatutan identitas wartawan, itu juga termasuk kejahatan dalam jabatan atau perbuatan sewenang-wenang dalam jabatan. Kita lihat saja nanti,” tegas Bayu Mauta.
Hal senada disampaikan perwakilan IKKA lainnya, Zwenglee Faley, bahwa TIMEX harus jujur dalam menyampaikan situasi dan fakta yang sebenarnya saat aksi koin dimaksud.
“Kami tegaskan bahwa kami bukan siluman. Kami jelas dari utusan IKKA. Kami ke TIMEX sebagai keluarga yang peduli pada Obet Gerimu di satu sisi, dan juga TIMEX di sisi lainnya. Dan yang tertinggi adalah peduli pada tegaknya keadilan dan kemanusiaan. Jika jajaran pimpinan TIMEX tidak menerima koin dan pernyataan isi hati keluarga yang kami bawa tidak apa-apa. Itu hak mereka. Tapi jangan buat pernyataan yang berseberangan yang tidak sesuai fakta, karena berpotensi memantik persoalan baru yang tidak kita inginkan bersama,” tegas Zwenglee.
“Jika tidak terima, anggap saja ini bentuk satire dari kami keluarga. Toh ini negara demokrasi. Saya rasa tidak ada yang salah. Setiap orang berhak menyatakan pendapat, melakukan aksi, serta bentuk lainnya ketika ditemukan ada hak-hak keadilan dan kemanusiaan seseorang yang dilanggar,” pungkasnya. (*)