KUPANG, HALUANNTT.COM – Kuasa Hukum keluarga korban Astri dan Lael, Adhitya Nasution, meminta kepada penyidik Polda NTT untuk menerapkan Undang-undang perlindungan anak dalam kasus pembunuhan Astri dan anaknya Lael Maccabee.
Menurut Adhitya, berdasarkan keterangan penyidik Polda NTT, UU perlindungan anak belum diterapkan dalam kasus itu. Mereka hanya menerapkan pasal 338, yaitu pembunuhan umum, tanpa melihat salah satu korbannya adalah anak dibawah umur.
“Perlu dagaris bawahi, tidak ada penerapan pasal terkait perlindungan anak. Padahal kita tahu bersama bahwa, salah satu korban adalah anak balita usia sepuluh bulan,” ujar Adhitya kepada wartawan, Kamis 9 Desember 2021.
Harusnya, kata dia, UU perlindungan anak perlu diakomodir dan diterapkan, tanpa melihat bukti-bukti lain. Karena dalam kasus itu salah satu korban adalah anak kecil, sehingga pasal perlindungan anak wajib dimasukan sebagai salah satu pasal penyerta.
“Cukup dilihat dari usia anak itu masih dibawah umur. Tetapi kita kembalikan ke penyidik. Mungkin mereka punya pertimbangan lain. Tetapi keluarga dan tim kuasa hukum berpendapat bahwa kasus ini tidak cukup hanya pada pasal 338,” jelasnya.
Dia menyebut, tim kuasa hukum dan keluarga korban masih menunggu proses penyelidikan yang sedang dilakukan penyidik Polda NTT, berdasarkan informasi dan alat bukti yang telah diserahkan kuasa hukum kepada Polda NTT beberapa waktu lalu.
“Kita sudah berikan informasi dan bukti-bukti ke pihak kepolisian. Dan hingga kini kami masih menunggu dan memberikan waktu kepada penyidik Polda NTT untuk mengembangkan kasus ini lebih lanjut,” ungkapnya.
Ia menerangkan, pekan depan pihaknya akan melakukan follow up kembali kepada pihak kepolisian, terkait perkembangan kasus yang sedang ditangani. Karena keluarga korban menginginkan masalah ini segera dituntaskan.
“Jadi mungkin minggu depan kita akan tanyakan perkembangan kasusnya sudah sejauh mana. Selain tuntasnya perkara ini secara profesional, kita juga ingin pihak lain yang terlibat harus dihukum sesuai perbuatannya,” tegas Adhitya.
Sebagai kuasa hukum, ia berharap penerapan pasal 338 yang di terapkan penyidik terhadap tersangka bukan merupakan kartu mati. Pasal itu harus bisa dikembangkan, mengingat tersangka telah menghabisi dua nyawa sekaligus.
“Karena korban lebih dari satu dan juga ada anak kecil, jadi kita harap pasalnya harus semaksimal mungkin. Baik kepada pelaku maupun pelaku lain yang terlibat didalamnya. Karena kita tidak bisa katakan ini pelaku tunggal. Sehingga, jika ditemukan ada unsur tindak pembunuhan berencana, tentu pasalnya akan dikembangkan ke 340,” jelasnya.
Dia menjelaskan, kasus pembunuhan Astri dan Lael, diduga kuat sudah direncanakan oleh para pelaku. Karena para pelaku telah menyembunyikan tindak pidana yang dilakukan, dimana setelah membunuh, kedua jenazah justeru disembunyikan oleh tersangka.
“Pembunuhan ini bisa dikatakan berencana. Karena sembunyikan kedua jenaza korban itu butuh persiapan. Sehingga pandangan kami bahwa disitulah letak perencanaanya. Karena tidak mungkin orang seketika menyiapkan skop, menggali tanah lalu mencari plastik itu tidak mungkin seketika,” terang Adhitya
Berdasarkan fakta dan keterangan dari keluarga, pihaknya sangat yakin, kasus pembunuhan itu sudah direncanakan, sehingga keluarga maupun tim kuasa hukum sedang menunggu pembuktian dari penyidik Polda NTT.
“Keterangan keluarga dan fakta yang ada sudah jelas bahwa tidak mungkin dilakukan satu orang. Pasti ada pihak lain yang membantunya. Karena dari runutan masalah, kami berpendapat bahwa perbuatan ini tidak bisa dilakukan sendiri,” jelasnya.
Dia menegaskan, seluruh bukti sudah disampaikan ke polisi, dan telah berada di ranah penyidik. Sehingga fakta-fakta itu entah diproses atau tidak, pihaknya tinggal menunggu dan melihat saat berkas perkara dilimpahkan ke Kejaksaan.
“Jika seluruh bukti yang disampaikan itu tidak diakomodir, maka tentu kita akan ambil sikap, terkait bukti yang tidak diakomodir oleh penyidik. Tetapi itu nanti pada saat proses penyidikan sudah selesai dintingkat kepolisian,” ungkapnya.
Selain itu, Adhitya mengimbau kepada masyarakat, jika mereka memiliki informasi maupun bukti terkait kasus pembunuhan, sebaiknya langsung diberikan kepada tim kuasa hukum, untuk menyampaikan bukti tersebut kepada penyidik Polda NTT.
“Bagi masyarakat memiliki informasi terkait kejadian pembunuhan ini, mohon untuk tidak di publikasikan secara luas di media sosia. Ada baiknya diberikan kepada kami selaku kuasa hukum, agar kami yang akan sampaikan kepada penyidik,” harap Adhitya.
Sehingga, kata dia, informasi yang disebarkan oleh masyarakat di media sosial tidak mengganggu kinerja pihak kepolisian untuk menyidik dan mengungkap kasus tersebut. “Kita kuatirkan adalah mengganggu kinerja dari kepolisian, lalu bisa mengaburkan fakta yang sebenarnya ada,” tandasnya. (*)