MTN Bank NTT Murni Resiko Bisnis, Berbeda dengan Kasus Bank Sumut

Kuasa Hukum Bank NTT, Apolos Djara Bonga, SH, didampingi Kepala Divisi Rencorsec dan Legal Bank NTT Endri Wardono, serta Konsultan Humas Bank NTT Stenly Boymau, saat menggelar konferensi pers, Selasa 14 Juni 2022/Foto: KN

KUPANG, HN – Kasus pembelian Medium Terms Notes (MTN) Bank NTT senilai Rp50 miliar dari PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan atau SNP merupakan murni dari resiko bisnis, sehingga tidak bisa masuk delik pidana seperti pada Bank Sumut.

Demikian disampaikan kuasa hukum Bank NTT, Apolos Djara Bonga, SH, didampingi Kepala Divisi Rencorsec dan Legal Bank NTT Endri Wardono, serta Konsultan Humas Bank NTT Stenly Boymau, saat menggelar konferensi pers, Selasa 14 Juni 2022.

Menurut Apolos, kasus pembelian Medium Terms Notes (MTN) Bank NTT senilai Rp50 miliar dari PT. SNP tidak bisa disamakan dengan kasus yang terjadi pada Bank Sumut.

BACA JUGA:  Christofel Adoe Resmi Jabat Posisi Direktur Kepatuhan Bank NTT

“Bank NTT kasusnya beda dengan Bank Sumut. Karena salah satu direksi Bank Sumut diduga telah menerima gratifikasi, sehingga kasus itu masuk ke pidana korupsi,” jelasnya.

Apolos menjelaskan, jika berbicara aturan perbankan, kasus MTN seperti dialami Bank NTT saat ini tidak dapat dipidanakan, karena PT. SNP merupakan salah satu perusahan legal, sehingga tidak ada sedikitpun indikasi pidana dari kasus tersebut.

“Karena memang saya sering dengan para alih pasar modal di Jakarta, dan mereka mengatakan bahwa bank lain seperti BCA juga pernah melakukan transaksi yang sama. Kecuali transaksi ini seperti transaksi judi online,” terangnya.

BACA JUGA:  Angka NPL Menurun, Pemkab Kupang Apresiasi Kinerja Bank NTT Cabang Oelamasi

Ia menjelaskan, temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) NTT terkait kasus MTN, sebenarnya sudah dilakukan tindak lanjut oleh pihak Bank NTT, dimana mereka sudah melakukan koordinasi dengan kurator.

“Sepanjang pengetahuan saya terkait delik intelijen kejaksaan, temuan BPK itu sudah ditindaklanjuti. Karena temuan dari BPK itu hanya sebatas merekomendasikan. Dan itu sudah dilakukan oleh pihak bank,” ungkapnya.

Bahkan, kata Apolos, mantan Kejati NTT, Yulianto pernah katakan bahwa kasus MTN Bank NTT sangat sulit untuk dikualifikasikan sebagai satu kasus tindak pidana, karena tidak memiliki bukti yang cukup.

BACA JUGA:  Pemkot Kupang Apresiasi Prestasi dan Kinerja Bank NTT

“Kalau kasus seperti ini, maka kita berbicara tentang resiko dari bisnis. Karena semuanya sudah diatur dalam ketentuannya. Jadi bukan berarti Bank NTT seenaknya saja melakukan itu,” jelasnya.

Dia menerangkan, apa yang dilakukan Bank NTT merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan kinerja bank. Buktinya pembelian MTN Rp50 miliar mendatangkan keuntungan sebesar Rp1 trilun untuk Bank NTT.

“Jadi saya pikir mereka di Bank NTT tidak sengaja melakukan itu, karena akan sangat berpengaruh terhadap kinerja bank. Dan kasus MTN ini merupakan resiko dari bisnis,” pungkasnya.***

error: Content is protected !!