KUPANG, HN – Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor andalan untuk memutar, atau penggerak roda perekonomian masyarakat Indonesia, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Merebaknya pandemi Covid-19 tahun 2021 lalu sempat menjadi tantangan dan guncangan bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Meski demikian, pandemi Covid-19 justru menjadi momentum bagi pelaku UMKM di NTT, untuk melihat dan merasakan langsung manfaat dari transformasi digital.
Pada masa pandemi, Bank NTT menghadirkan sejumlah layanan digital, mulai dari menjual produk, transaksi, hingga pembayaran, yang telah menjadi bagian dari kebangkitan UMKM di Provinsi NTT.
Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho, saat diundang ke studio Berita Satu, mengatakan, sejauh ini Bank NTT sudah membina 6000 pelaku UMKM di NTT dengan pendekatan layanan berbasis digital.
“Dari 6000 pelaku UMKM yang kita bina sampai ke desa-desa itu, semuanya sudah terdigitalisasi, karena pendekatan layanan yang kita gunakan juga berbasis digital,” ujar Dirut Alex, Kamis 16 Juni 2022.
Layanan digitalisasi Bank NTT sangat membantu pelaku UMKM di Provinsi Nusa Tenggara Timur, terutama bagi ibu rumah tangga, yang sudah bisa berusaha dari rumah mereka masing – masing.
“Sekarang orang sudah bisa berusaha dari rumah. Terutama bagi ibu-ibu itu bisa melakukan transaksi-transaksi, yang semakin meningkat dari hari ke hari,” jelasnya.
Menurut Dirut Alex, untuk menopang tingginya penggunaan sistem digitalisasi, salah satu strategi yang dilakukan Bank NTT dalam dua tahun terakhir adalah mengemasnya dalam Fesival Desa Binaan.
Ia menerangkan, Festival Desa Binaan yang dilakukan Bank NTT adalah untuk mencapture potensi-potensi daerah yang tersebar di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur, untuk dilakukan pendampingan serta menggali visi usahanya.
“Setelah itu dihubungkan dengan ekosistem yang kita lakukan. Dan disitu dihadirkan Kementrian Hukum dan HAM untuk bantu HAKI, BPOM untuk kendali mutu produk, serta menyiapkan offtaker. Jadi sistem usahanya kita masuk kesitu,” terangnya.
Selain itu, pihaknya juga menciptakan pasar, baik secara offline maupun iklamers, sehingga produknya bisa terdigitalisasi. “Ini yang kita dorong kembangkan dalam Festival Desa Binaan, untuk menciptakan kolaborasi dan ekosistem,” ungkapnya.
Tahun ini, kata Dirut Akex, Bank NTT kembali menggelar Festival Desa Binaan, yang dikemas juga dengan festival Pendapatan Asli Daerah atau PAD, mengingat PAD NTT tergolong sangat kecil.
“Tahun ini kita tingkatkan lagi. Bukan hanya menguatkan kapasitas usahanya saja. Karena NTT banyak tantangan. Dimana PAD masih kecil. Sehingga festival desa binaan kali ini kita kemas juga dengan Festival PAD,” ungkapnya.
“Jadi semua potensi di desa yang bisa dikembangkan, yang nanti dapat berkontribusi bagi daerah, kita akan dorong dalam ekosistem Festival Desa Binaan. Dan digitalisasi menjadi media untuk usaha dan kontribusi, agar bisa terakomodir dengan baik,” pungkasnya.***