KUPANG, HN – Peristiwa tembak menembak yang menewaskan Brigadir Yosua atau Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo beberapa waktu lalu menyisakan tanda tanya.
Pakar kriminologi dan kepolisian, Prof. Adrianus Eliasta Sembiring Meliala, M.Si, mempertanyakan keseriusan polri dalam proses penyelidikan kasus kematian Brigadir J yang terkesan lamban.
“Karena mulai dari TKP dan korbannya juga sudah jelas. Tetapi kenapa proses penyelidikan menjadi susah,” ujar Adrianus Meliala kepada wartawan di Kupang, Rabu 27 Juli 2022.
Menurut Adrianus, yang juga dosen Kriminologi di Universitas Indonesia (UI) ini, jika berbicara di Jakarta, tentu memiliki dukungan forensik dan penyidikan yang luar biasa lengkap, jika dibandingkan dengan daerah lain. “Tetapi kenapa jadi susah prosesnya,” tegas Adrianus.
Dia menegaskan, polisi saat ini kesulitan mengungkap kasus Brigadir J, karena sudah keburu membuat satu set cerita baru, yang kemudian ketika mau digugurkan, perlu adanya administrasi lidik sidik sendiri. Apalagi sudah ada pengaduan, Laporan Polisi (LP) dan release pers.
“Jadi untuk membantahnya kan susah. Karena sudah ada LP masuk yang dibuat Ferdy Sambo dan isterinya terkait pelecehan seksual. Lalu mau digugurkan bagaimana?. Itu harus ada alternatif cerita lain kan, baru laporan itu dinyatakan tidak bisa diterima,” jelasnya.
Sementara untuk membangun cerita barupun dinilai tetap sulit. Seperti release pers pertama mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto yang mengatakan ada rekoset.
Rekoset merupakan kondisi ketika proyektil peluru yang ditembakan memantul karena benda keras, dimana potensi itu bisa terjadi jika ujung proyektil peluru tidak menyentuh sasaran secara penuh.
“Itu tidak gampang dikatakan demikian. Karena harus diukur juga dari arah tembakan. Namun mereka buktikan, bahwa benar ada rekoset. Tetapi itu butuh waktu,” jelasnya.
“Karena, pertama akan menggugurkan cerita yang sudah dibangun, dimana sudah ada administrasi lidik sidiknya. Kedua, untuk menggugurkannya, perlu ada cerita baru,” tambahnya.
Dia menjelaskan, sisi administrasi penyidikan yang dilakukan juga masih membingungkan, karena bagaimana cara untuk menggugurkan LP Irjen Ferdy Sambo dan isterinya Putri Candrawathi terkait pelecehan seksual.
“Apalagi sekarang ada juga laporan dari pihak keluarga korban terkait dugaan pembunuhan berencana ke Badan Reserse Kriminal Polri. Dan LP korban ini beda sekali dengan LP Ferdy Sambo dan isternya,” terang Adrianus.
Ia menerangkan, Polri kelihatan sedang menyiapkan cerita baru dengan metode sintivic investigation melalui autopsi ulang jenzah, agar mereka bisa mempunyai posisi untuk memperlakukan Laporan Polisi (LP) yang masuk.
“Jadi semua diulang agar ada cerita baru mengenai apa yang terjadi, agar LP ini bisa digugurkan. Ketika dikatakan ada pembunuhan berencana, maka polri harus mengambil LP itu dan menindak yang lain,” tegasnya.
Menurut Komnas HAM, kata Adrianus, Brigadir J ditembak dari jarak yang berbeda beda, karena tingkat kedalaman lukanya memang mengindikasikan bahwa korban ditembak dari jarak yang berbeda pula.
“Padahal, menurut cerita awal pihak polri bahwa korban ditembak dari arah atas. Itu kan pasti jaraknya sama. Tetapi menurut Komnas HAM, berdasarkan dokter forensik itu katanya beda,” pungkasnya.***