Polemik Tarif Baru TNK, Ini Tanggapan Fraksi Partai NasDem DPRD NTT

Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD NTT, Alexander Take Ofong/Foto: Ist

KUPANG, HN – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), secara resmi telah memberlakukan tarif baru masuk kawasan TN Komodo di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat sebesar Rp3,75 juta rupiah.

Penetapan tarif baru masuk TNK mulai diberlakukan sejak 1 Agustus 2022, disampaikan langsung oleh Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, di Kantor Gubernur NTT beberapa waktu lalu.

Tarif baru TN Komodo ini kemudian menjadi polemik di kalangan masyarakat, dan mendapat sorotan dari sejumlah anggota DPRD NTT, yang menilai Pemprov NTT menetapkan tarif baru tanpa didahului Perda maupun Pergub.

Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD NTT, Alexander Take Ofong, kepada media ini, mengatakan, polemik kenaikan tarif di TN Komodo dikarenakan belum ada penyamaan presepsi terkait dasar hukumnya.

Menurut Alex Ofong, pandangan sejumlah anggota DPRD NTT terkait dasar hukum tarif baru TNK, karena mereka menggunakan dasar hukum terkait pajak dan retribusi, yang mengharuskan adanya Peraturan Daerah (Perda).

BACA JUGA:  Kopi Flores Bakal Dipromosikan dalam Ajang G20

“Sementara acuan pemerintah itu pada dasar hukum Penerimaan Daerah Bukan Pajak (PDBP), yang tidak perlu adanya Peraturan Daerah (Perda),” ujar Alex Ofong kepada wartawan melalui WhatsApp, Senin 8 Agustus 2022 malam.

Ia menjelaskan, soal tarif masuk TNK tidak masuk dalam ranah pajak dan retribusi, yang sudah diatur dalam UU No 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Regulasi itu, kata dia, sudah dicabut dengan UU No 1 tentang hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat (Pempus) dan Pemerintah Daerah (Pemda), yang mengatur bahwa setiap pungutan wajib berdasarkan aturan, paling rendah adalah Perda. Tetapi, tarif TNK itu masuk dalam ranah Penerimaan Daerah Bukan Pajak (PDBP) yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2020, menggantikan Peraturan Pemerintah (PP) No 27 Tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara atau daerah.

BACA JUGA:  Gubernur VBL Panen Jagung Bersama Masyarakat Desa Anakoli

Berdasarkan PP No 28 Tahun 2020, penentuan tarif dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sudah dikerjasamakan.

“Karena Pemprov NTT menunjuk PT. Flobamor untuk mengelola dengan sistem KSP, maka yang berhak menentukan tarif adalah PT. Flobamor. Dan itu tidak perlu Perda,” ungkapnya.

“Pemprov NTT menerima pemasukan PAD pada nomenklatur Penerimaan Daerah Bukan Pajak (PDBP). Nomenklatur di APBD juga sudah diatur, terpisah dengan penerimaan dari pajak dan retribusi, serta lain-lain PAD sah, yang di dalamnya ada PDBP,” tambahnya.

Alex Ofong menegaskan, terkait penunjukan PT. Flobamor sebagai pihak dalam pengelolaan TN Komodo merupakan hak dan kewenangan dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT).

BACA JUGA:  DPRD NTT Kecam Pelayanan ASDP, Rambu Praing : Jangan Bikin Susah Rakyat

Menurutnya, masalah track record PT. Flobamor selama ini hanya soal presepsi. Dimana PT. Flobamor saat ini memiliki manajemen yang jauh lebih bagus, jika dibandingkan dengan sebelumnya.

“Soal masih terbatas, itu menjadi catatan yang membutuhkan pembenahan dan penguatan. Bagaimana pun, PT. Flobamor adalah BUMD milik Pemprov NTT. Jadi ketika Pemprov dipercayakan oleh KLH, maka lebih baik menjalin kerja sama dengan BUMD miliknya, yaitu PT. Flobamor,” tandasnya.

Untuk diketahui, Pemprov NTT saat ini menunda kenaikan tarif baru Taman Nasional Komodo hingga tanggal 1 Januari 2023 mendatang, dan memberlakukan tarif normal selama lima bulan kedepan.

Dalam jangka waktu lima bulan, Pemprov NTT terus melakukan sosialisasi dan berdialog dengan masyarakat, sebelum tarif baru benar-benar diberlakukan pada Januari 2023 nanti.***

error: Content is protected !!