KUPANG, HN – Perkara perdata atas objek tanah Kolam Kangkung seluas 3,8 hektar di Kelurahan Fatubesi, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang disengketakan sejak tahun 1959 akhirnya dinyatakan inkrach atau sudah berkekuatan hukum tetap.
Bidang tanah seluas 3,8 hektar ini merupakan milik PT. Hotel Nusa Alam Mandiri (NAM), setelah sekian lama diperkarakan dan digugat dari tiga generasi, yakni, Yakob Daris, Ibrahim Daris, dan Jhoni Daris.
Berdasarkan putusan Mahkama Agung (MA) nomor 560 PK/Pdt/2022, menerangkan bahwa bidang tanah tersebut sah milik PT. NAM, setelah mendapatkan putusan MA pada 7 Oktober 2022 lalu.
Kuasa Hukum PT. NAM, Fransisco Bernando Bessi, mengatakan, kasus sengketa tanah Kolam Kangkung sebenarnya berproses sejak tahun 1959, dan baru dinyatakan finis pada bulan Oktober 2022 lalu.
“Rentan waktunya cukup lama. Bahkan perkara ini sudah tiga generasi. Yaitu dari Yakob Daris, Ibrahim Daris, dan terakhir Joni Daris. Jadi mulai dari kakek, bapak dan cucu,” ujar Sisco Bessi, Selasa 11 Oktober 2022.
Menurut Fransisco Bessi, dengan adanya putusan Mahkama Agung (MA), PT. NAM sekarang sudah sepenuhnya menguasai bidang tanah Kolam Kangkung secara keseluruhan.
Meski demikian, kata dia, terdapat catatan menarik, bahwa perkara sengketa tanah Kolam Kangkung antara PT. NAM dan keluarga Daris merupakan PK atau peninjauan kembali kedua kalinya.
“Perjuangan mereka luar biasa. Karena biasanya yang kita tau itu kan ada putusan Pengadilan Negeri (PN), putusan kasasi dari Mahkama Agung (MA), dan terakhir adalah Peninjauan Kembali (PK),” jelasnya.
“Dan putusan MA tetap memenangkan PT. NAM. Dan catatan merahnya adalah baru pernah ada PK sampai dua kali,” jelasnya menambahkan.
Berdasarkan pertimbangan hakim agung yang memeriksa PK, menyebutkan bahwa permohonan PK hanya dapat dilakukan satu kali, sehingga tidak dibenarkan PK atas putusan permohonan PK, karena tidak memenuhi syarat formil, sehingga pemohonan PK dalam perkara quo tidak dapat diterima.
Selain itu, kemungkinan akan dilakukan PK yang disebut dalam surat edaran Mahkama Agung (MA) nomor 10 tahun 2009 yaitu, apabila terdapat dua putusan PK dalam perkara yang sama dengan putusan saling bertentangan, maka pemeriksaan terhadap materi perkara tidak dapat dilakukan dan dipertimbangkan lebih jauh.
“Jadi sebenarnya itu hanya mengulur-ulur waktu saja. Tetapi di sisi lain, kami sangat berayukur, karena semua proses perkara tanah ini sudah selesai,” pungkasnya.
Direktur Utama PT. NAM, Leonard Antonius Ang, menjelaskan, kasus sengketa tanah Kolam Kangking berlangsung cukup lama, yakni kurang lebih 30 tahun.
“Jadi separuh umur saya habis hanya untuk mengurus perkara tanah ini,” ungkapnya.
Menurut Leonard, sengketa tanah Kolam Kangkung sebenarnya tidak ada permasalahan, karena sebelum membeli bidang tanah seluas 3,8 hektar itu, tentunya sudah melakukan kroscek terkait asal-usul tanah tersebut.
“Sebetulnya tidak ada masalah. Karena saya kalau mau beli barang, pasti akan mencari tau asal-usul tanah ke BPN terkait kepemilikian sah atas bidang tanah itu,” tegasnya.
Dia menerangkan, perkara sengketa tanah Kolam Kangkung, pihaknya sebenarnya sudah mengantongi putusan Mahkama Agung (MA) yang berkekuatan hukum tetap.
“Tetapi tahun 2015 muncul perkara dengan cucu dari pihak Daris. Padahal saya sudah mengantongi sertifikat kepemilikan tanah Kolam Kangkung sejak tahun 2007 silam,” terangnya.
Bidang tanah itu, kata dia, sebenarnya sudah dimanfaatkan umtuk membangun hotel. Namun karena terhmbat perkara tersebut, sehingga proses pembangunan ditunda.***