KUPANG, HN – Universitas Katolik Widya Mandira Kupang/Unwira adalah satu dari dua kampus di NTT yang menerima Mahasiswa/ mahasiswi yang mengikuti Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Angkatan II tahun 2022. Ada 34 Mahasiswa/i yang berasal dari 17 perguruan tinggi di Indonesia mengikuti program pertukaran di Unwira. Mahasiswa/i yang datang dari berbagai provinsi atau dikenal dengan mahasiswa/i inbound, selain mengikuti perkuliahan selama satu semester di Unwira, mereka juga terlibat dalam kegiatan Modul Nusantara.
Modul Nusantara adalah rangkaian kegiatan yang difokuskan untuk menciptakan pemahaman komprehensif tentang kebinekaan. Program ini merupakan kegiatan non-akademik yang mencakup: 1) kebihinekaan, yakni aktivitas eksplorasi keragaman budaya, agama, dan sejarah untuk meningkatkan wawasan dan pemahaman mahasiswa tentang kebhinekaan dalam bingkai kesatuan NKRI; 2) kegiatan inspirasi dengan menggali inspirasi dari figur-figur inspirasi daerah dengan berbagai latar agama, suku, dan adat istiadatnya; 3) kegiatan refleksi melalui diskusi, talk show, dokumentasi, atau tulisan; dan 4) kontribusi sosial bagi masyarakat.
Pada Selasa 01/11/2022 para mahasiswa/I didampingi oleh dua orang Dosen Pendamping Lapangan (Paulus Andrianus Ratumakin, S.Fill, M.Si dan Dr. Elvis Albertus Bin Toni) menggelar seminar inspiratif dengan tema “Mengenal Keragaman Alam dan Budaya Masyarakat Nagekeo Sebagai Pemersatu Bangsa”.
Dalam seminar ini para mahasiswa/i belajar dari para tokoh yang menjadi nara sumber tentang bagaimana mencintai budaya dan kekayaan daerah sembari tetap membangun solidaritas dan toleransi antar keragaman budaya, adat dan kepercayaan. Menurut para dosen pendamping, tujuan dari seminar inspiratif ini antara lain: memperkenalkan kekayaan alam dan keanekaragaman budaya masyarakat Nagekeo; belajar lintas budaya dan kepercayaan untuk membangun persaudaraan dan persahabatan antar daerah, suku, banga dan agama sehingga memperkuat semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu kegiatan inspirasi ini juga diharapkan mampu menumbuhkan kebangggan menjadi bagian dari Bangsa Indonesia dan menghargai semua orang dengan berbagai latar adat, budaya, etnis, ras, golongan dan kepercayaan sebagai bagian dari kekayaan Nusantara. Dengan demikian para mahasiswa dan pelajar termasuk anak muda yang terlibat dalam kegiatan ini menjadi aktor-aktor yang mempromosikan kekayaan alam dan budaya Nagekeo kepada semua orang di luar Provinsi NTT.
Seminar yang dibuka oleh Sekda Nagekeo, Bapak Drs.Lukas Mere ini, dihadiri oleh semua mahasiswa inbound, Kadis P dan K Nagekeo, Kadis Pariwisata Nagekeo, Camat Aesesa bersama staf, staf dari Pemda Nagekeo, dan Tokoh Masyarakat Tutubhada. Dalam sambutan pembukaannya Bapak Sekda menyampaikan bahwa sebagai jantungnya pulau flores, the heart of Flores, Nagekeo merupakan pusat pertemuan kebudayaan Melanesia dan Melayu.
Pembicara pertama, Kepala Dinas Pendidikan Nagekeo, Bapak Venantius Minggu, M.Pd. memberi gambaran tentang corak utama dan keragaman budaya Nagekeo. “ Corak utama budaya Nagekeo itu biasa dilihat dari ekpresi budaya lisan, seperti Sa bhea, tii ka pati inu vedhi, melo etu; dalam bentuk tarian seperti tea eku, sa ha, iki mea ; dalam bentuk music tradisional seperti ndoto, benghu, saito, gong gendang, veko, voi, seruling dan kulintang; dan dalam bentuk permainan rakyat seperti etu, mbela, sudu, sadhi asdu, pati ndalu, shidhi deke, reo jara, dan lain-lain. Semua corak kebudayaan ini merupakan hasil perjumpaan kebudayaan-kebudayaan dari luar seperti kebudayaan Melanesia dan Melayu di Nagekeo,” unagkapnya. Pernyataan terkait perjumpaan berbagai budaya dan agama di Nagekeo kembali ditandaskan oleh Ketua MUI Kabupaten Nagekeo, Bapak Lutfi Daeng Maro.
Dalam sajian materinya beliau menyampaikan bahwa Budaya Nagekeo mempunyai posisi istimewa dalam perspektif Islam karena dalam banyak hal sejalan dengan keislaman yang dianut oleh minoritas masyarakat Nagekeo. Ada enam Thabi’at/Karakter dasar yaitu: Thabiat Al Ibadah/Doa, Thabi’at At-Tafkir/ Berfikir, Thabi’at At-ta’bir/berkomunikasi, Thabi’at Ta’awun wal Marhamah/Tolong Menolong, Thabi’at amal/kreatif dan inovatif, dan Thabi’at Al-Haraqah/ Perjuangan/ patriotisme. Beliau juga memberi penekanan kepada membangun kekuatan sosial dengan basis budaya dan menjaga kelestarian alam.
Kekuatan sosial dengan basis budaya ini sedang menghadapi tantangan di tengah gerakkan membangun pariwisata sebagai prime mover pembangunan. Menurur Kepala Dinas Pariwisata Nagekeo, Bapak Silvester Teda Sada, S.Fil, pariwisata tidak dapat lepas dari nilai dasar budaya dan tercerabut dari akarnya. Godaan mengembangkan semua infrastruktur pendukung, jangan sampai menjadikan pariwisata hanya sebagai objek tontonan gelaran budaya atau keindahan alam tapi lupa pada nilai-nilai yang ada di baliknya.
Pariwisata juga hendaknya selaras dengan kelesatarian lingkungan. “ Untuk mendukung proses wisata berkelanjutan berbasis ekowisata di Kabupaten Nagekeo, maka dalam perjalanan awal perlu didorong untuk mengembangkan konsep Nomadic Tourism. Ini merupakan konsep wisata temporer, baik dari segi aksesibilitas atau amenitas,” demikian pemaparan Pak Sil dalam materinya.
Pada sesi pembicara terakhir dalam seminar ini, Rektor Unwira, Pater Dr. Philipus Tule, SVD menyimpulkan bahwa semua manusia sesungguhnya adalah makhluk peziarah baik itu ziarah agama, ziarah akademik maupun ziarha budaya yang membawa pembaharuan diri. Dengan berziarah manusia mengenal diri dan potensinya, menghargai sesuatu di luar dirinya melalui belajar memahami, serta memperkuat identitasnya.***