Hukrim  

Minim Lapangan Kerja Pemicu Utama Kasus Human Trafficking di NTT

Agus Nahak (Foto: Ist)

KUPANG, HN – Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau Human Trafficking di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih menjadi masalah serius yang harus segera diselesaikan.

Kejahatan kemanusiaan ini masih marak. Banyak perusahan yang merekrut tenaga kerja untuk dipekerjakan, namun dilakukan dengan cara yang ilegal.

Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang jadi sasaran empuk dari para pelaku untuk menjalankan modusnya.

Mereka datang dengan modus dan iming-iming gaji yang besar. Mirisnya, para pekerja yang direkrut justru usianya masih dibawah umur.

Advokat asal NTT, Agus Nahak menyebut maraknya kasus Human Trafficking di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) karena minimnya lapangan pekerjaan.

“Saya lihat kasus Human Trafficking di NTT Ini sangat tinggi, karena ini menyakut dengan masalah lapangan kerja,” ujar Agus Nahak, dilansir live Pos-Kupang.com, Minggu 19 Maret 2023.

BACA JUGA:  Laka Lena: Pentingnya Pola IMD bagi Bayi untuk Cegah Stunting

Menurutnya, Human Trafficking di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan satu masalah yang luar biasa, karena para pekerja tidak saja dikirim di negeri sendiri, tetapi juga ke luar negeri.

“Ini masalah yang luar biasa. Karena kurangnya lapangan kerja, maka otomatis kasus Human Trafficking akan sendirinya mengalami peningkatan,” jelasnya.

Dia menjelaskan, dari data yang diperoleh sejak tahun 2016 lalu, kasus Human Trafficking di NTT hampir mencapai angka 2000, dan justru mengalami peningkatan di tahun 2022.

“Ini peran dari pemerintah dan masyarakat harus dilibatkan untuk mencegah masalah Human Trafficking. Karena ini sangat miris,” tegasnya.

Sebenarnya, UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sudah sangat jelas mengatur, dimana para pelaku diancam hukuman diatas 5 tahun penjara, dengan denda yang cukup besar.

BACA JUGA:  Sandang Status Tersangka, Ira Ua Resmi Ditahan

“Tetapi efek jerahnya malah tidak ada. Padahal banyak sekali yang menyalurkan TKI itu ilegal atau tidak resmi. Fatalnya, yang dominan itu perempuan dan anak. Mereka justru dibawa ke tempat pelacuran,” ujar Agus Nahak.

Dia menerangkan, yang dijanjikan oleh perusahan perekrut tenaga kerja itu sebenarnya bagus. Seperti bekerja di restoran atau sebagai pekerja rumah tangga. Tetapi ujungnya ternyata disalah gunakan.

“Karena memang perusahan yang merekrut itu tidak resmi, akhirnya tidak ada pertanggungjawaban. Bahkan anak perempuan dibawah umur dipaksa untuk kerja sebagai PSK. Ini sangat miris,” terangnya.

“Jadi kita harus ikut terlibat, baik tokoh agama, tokoh masyarakat, pemerintah dan pemuda untuk mencegah kasus Human Trafficking ini. Karena masalah ekonomi, NTT jadi sasaran empuk terjadi kasus ini,” tambahnya.

BACA JUGA:  Gubernur Ajak Gereja Kolaborasi Atasi Stunting di NTT

Karena, kata Agus Nahak, secara diam-diam para pekerja ini dibawa ke luar negeri dan diperlakukan dengan cara yang tidak layak, seperti ditipu, data identitasnya dipalsukan, serta dengan janji-janji yang luar biasa.

“Kita harus pikir juga bahwa Human Trafficking sekarang juga tentang perdagangan organ tubuh. Ini mengerikan. Artinya mereka dibawa kesana lalu organ tubuhnya diambil. Jadi saya ingatkan masyarakat dan pemerintah untuk konsen terkait masalah Human Trafficking ini,” tegasnya.

Kepada polisi dan Aparat Penegak Hukum (APH) di NTT, Agus Nahak meminta agar para pelaku harus ditindak tegas sesuai Undang – Undang yang berlaku.

“Undang-Undanh sudah jelas. Bila perlu ditindak tegas supaya ada efek jerah. Kalau bisa, izin operasional perusahannya dicabut,” pungkasnya.***

error: Content is protected !!