KUPANG, HN – Mahasiswa Nagekeo Jakarta meminta Kapolda NTT, Irjen Pol. Johni Asadoma agar mencopot Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata dari jabatannya.
Permintaan mahasiswa Nagekeo Jakarta ini, menanggapi percakapan grup WhatsApp antara polisi dan jurnalis di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Grup itu menjadi viral karena berisi ancaman kekerasan terhadap wartawan Tribun Flores.com, Patrianus ‘Patrick’ Meo Djawa.
Dalam rilis yang diterima media ini, Kamis (27/04/2023), Koordinator Mahasiswa Nagekeo Jakarta, Sultan Tuza Gugu menegaskan, tindakan Kapolres Nagekeo tersebut menandakan buruknya upaya penegakan supremasi hukum dan supremasi sipil di wilayah Kepolisian resor Nagekeo.
“Saya menilai tindakan Kapolres Nagekeo, Yudha Pranata menunjukan kegagapannya dalam menangani persoalan yang tengah melilit Kepolisian resor Nagekeo. Hal ini, terlihat dari cara atau metode komunikasi yang dibangun yang menurut saya tidak objektif,” tegas Sultan.
Gresantos R Meo yang juga mahasiswa Nagekeo Jakarta menambahkan Kapolres Nagekeo keblinger dan mengangkangi semboyan kepolisian sebagai Polisi Pengayom Masyarakat.
Gerson sapaan akrabnya menerangkan, Kapolres Nagekeo dalam hal ini Yudha Pranata cacat berpikir setelah pengakuan dia di beberapa media bahwa maksud dari group itu dibikin untuk membina para wartawan.
“Dari pernyataan ini kita ketahui Kapolres Nagekeo telah berkali-kali gagal dan buta tentang asas jurnalis,” katanya.
Ia mengklaim, pihaknya telah mengantongi beberapa bukti jelas dan profiling track record buruk Yudha Pranata selama menjabat sebagai Kapolres Nagekeo.
“Berkaca dari Jakarta bahwa Lembaga Polri hari ini sementara dalam proses pembenahan internal setelah beberapa polemik besar terjadi dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia,” kata dia.
Ia menilai, sikap aorgansi Kapolres Nagekeo tersebut telah menambahkan luka baru dalam tubuh kepolisian. Mestinya kata dia, sebagai salah satu lembaga yudikatif harus menjadi contoh yang baik ditengah masyarakat agar mendapat perhatian khusus.
“Namun, sikap itu tidak di contohkan dengan baik sehingga menurunnya kepercayaan public terhadap kepolisian,” tegasnya.
Dikutip Kompas.com, Kapolda NTT, Irjen Pol. Johni Asadoma, telah mengetahui percakapan WAG tersebut.
“Kita sedang selidiki kebenaran info ini,” kata Kapolda NTT Johni Asadoma.
Menurut Johni, setelah semua data terkumpul, baru pihaknya akan menyampaikan ke publik soal kasus tersebut.
Kapolda Johni pun tak segan-segan memberi tindakan tegas, bila anggotanya melakukan pelanggaran ataupun kesalahan.
“Semua yang bersalah, apalagi menyakiti masyarakat pasti ditindak,” tegas Kapolda Johni.
Dalam rilis tersebut, mahasiswa Nagekeo Jakarta juga membeberkan beberapa fakta di lapangan terkait dugaan pelanggaran kode etik profesi dan peraturan disiplin kepolisan negara serta sumpah jabatan anggota kepolisian.
Pertama, sebuah rekaman video yang beredar luas, berisi tindakan mengintimidasi dengan menancapkan sebilah pedang di atas mejadi hadapan warga suku kawa, dan suku-suku adat lainnya. Ini adalah representasi tindakan premanisme yang dapat mengakibatkan konflik di tengah masyarakat.
Kedua, sebuah group WhatsAapp diberi nama kaisar hitam destroyer (KH-Destroyer), sebagai admin atau leadernya adalah AKBP Yudha Pranata, beranggotakan anggota polisi dan wartawan tertentu digunakan untuk menebar terror, intimidasi dan kebencian terhadap wartawan dan pejabat daerah, dan Mahasiswa yang sedang tidak disukai.
Ketiga, isi sebuah WhatsAapp group KH-Destroyer mengandung muatan intimidasi, terror, ujaran kebencian dan permufakatan jahat untuk meneror orang lain dengan narasi yang brutal dan seram yang tidak menggambarkan lembaga penegak hukum yang berlandaskan undang-undang.
Keempat, sebuah video yang berisi tindakan diluar kebatasan manusia, kelayakan dan kepatutanya itu mengikat seorang pemuda Nagekeo warga Aeramo Wolotelu dengan tali jemuran ibarat teroris, memperksusi warga atas dasar SARA pada hari raya Paskah 9 april 2023, tindakan itu diduga atas perintah AKBP Yudha Pranata dan beberapa anggota Polisi Polres Nagekeo.
Kelima, terjadi kriminalisasi terhadap seorang wartawan TribunFlores.com bernama Patric Djawa akibat buntut dari penulisan berita tentang seorang pemuda warga Aeramo WOlotelu yang diikat dengan tali jemuran sebelum diproses hukum.
Keenam, terdapat indikasi bahwa proses hukum terhadap Patrick Djawa dengan sangkaan pencemaran nama baik, patut diduga direkayasa demi memenuhi keinginan AKBP Yudha Pranata atas dasar dendam.
Ketujuh,terjadi kriminalisasi terhadap salah seorang Mahasiswa Nagekeo Jakarta seorang Aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia yang diduga diintimasi oleh Kapolres Nagekeo dengan mengirimkan anggota polisi kerumah mahasiswa itu dengan senjata lengkap di Nagekeo, Danga Paudo.
Kedelapan, mangkraknya kasus Penculikan siswi SMAN 1 Aesesa Kabupaten Nagekeo dalam tenggat waktu yang berbeda yakni April dan Agustus 2022, penculikan itu dilaporkan ke Polres Nagekeo tetapi pelaku belum ditangkap sampai sekarang.
Mahasiswa Nagekeo Jakarta akan mengkawal kasus ini sampai Kapolres Nagekeo dicopot dari jabatannya. Karena kasus ini sudah menjadi perhatian serius dari mahasiswa. (SI/HN).***