KUPANG, HN – Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau Bank NTT menandatangani Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan Global Katalyst dan Dinas Pendidikan NTT untuk pendidikan vokasi dan training industri bagi lulusan SMA/SMK.
Penandatanganan PKS antara Bank NTT dan Global Katalyst berlangsung di Aula El Tari Kupang, Rabu 16 Agustus 2023 siang.
Bank NTT sebagai bank pembangunan daerah punya peran penting sebagai lembaga yang memberikan dukungan dalam bentuk skim kredit untuk generasi muda NTT yang akan dikirim ke Jerman.
Direktur Utama Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho mengatakan, Bank NTT sudah mengambil langkah progresif untuk mendorong kemajuan generasi muda di Nusa Tenggara Timur.
Menurutnya, Bank NTT tidak hanya memainkan peran sebagai lembaga keuangan, tetapi juga sebagai penggerak pembangunan daerah, terutama pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan potensi daerah.
Dalam upaya mendukung visi pembangunan yang dilakukan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, Bank NTT telah merancang strategi-strategi efektif untuk mengatasi tantangan utama yang dihadapi NTT.
“Karena selama hampir 5 tahun ini, SDM telah menjadi permasalahan krusial dalam kemajuan wilayah ini,” ujar Aleks Riwu Kaho dalam sambutannya.
Dia menjelaskan, Provinsi NTT saat ini memiliki banyak guru besar, tetapi kurangnya arahan dan dukungan berkualitas membuat potensi mereka sulit untuk berkembang.
Melalui kerja – kerja Bank NTT, kata dia, pihaknya berhasil mengidentifikasi banyak potensi unggulan daerah yang bisa diolah. Namun, kendala utama adalah kurangnya pemahaman tentang teknologi dan pengetahuan yang memadai.
“Sehingga dengan model pendidikan yang ada saat ini belum mampu menjawab kebutuhan SDM untuk mengelola semua potensi yang dimiliki Provinsi NTT,” jelasnya.
Hadirnya Global Katalyst, memberikan peluang bagi lulusan SMA, SMK/Sederajat di Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk meningkatkan SDM mereka dengan belajar dan bekerja di Jerman.
“Global Katalyst ini lembaga yang memberikan perhatian serius untuk NTT, dimana mereka menawarkan kesempatan bagi anak muda kita untuk belajar dan kerja di Jerman,” ungkapnya.
Dijelaskan Aleks, hingga saat ini sudah lebih dari 180 siswa yang mendaftar untuk mengikuti program pendidikan vokasi dan training industri di Jerman.
“Lebih dari 180 siswa telah mendaftar. 144 diantaranya telah mengikuti kursus, dan sisanya sedang dalam proses verifikasi data,” terangnya.
Kerjasama ini sangat menjanjikan, karena output atau lulusan program vokasi tersebut akan kembali dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membangun Nusa Tenggara Timur.
“Sehingga Bank NTT tidak saja menjalankan fungsi sebagai intermediasi, tetapi juga membantu pengembangan SDM di NTT,” pungkasnya.
Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi yang hadir saat itu mengaku kerjasama itu merupakan momen bersejarah bagi NTT, karena 3000 siswa akan dikirim ke Jerman untuk belajar dan kerja.
Menanggapi persepsi bahwa NTT adalah provinsi paling miskin, Josef Nae Soi memotivasi para siswa untuk membuktikan ketika kembali dari Jerman harus berkontribusi membangun daerah.
Dia menekankan bahwa pendidikan di luar negeri seperti di Jerman memiliki peran penting untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi muda.
Josef Nae Soi mengambil contoh sukses Gubernur VBL dan dirinya, yang berasal dari latar belakang miskin, namun kini memiliki gelar S3 setelah menempuh pendidikan di luar negeri.
“Jadi bukan saya mau banggakan bahwa kami itu hebat. Kamu pasti lebih hebat dari kami. Namun prestasi ini untuk menginspirasi kalian,” jelasnya.
Wagub Nae Soi memberikan nasihat bahwa sekolah, kerja, dan kursus di luar negeri memerlukan komitmen dan disiplin yang tinggi.
“Jadi jangan hanya bermain yang tidak ada manfaatnya, sekolah di sana juga harus bangun tepat waktu karena disiplinnya tinggi, kerjanya juga sangat teliti,” jelasnya.
Dia juga mengingatkan siswa untuk tidak cepat merindukan kampung halaman dan tetap fokus pada tujuan mereka selama di Jerman.
“Kalau sudah berangkat ke Jerman harus fokus. Jangan sedikit – sedkit sudah rindu pulang ke kampung halaman,” pungkasnya.
Direktur PT. Mahakam Anargya Samagata Doddy Primanda Kadarisman mengatakan, Jerman merupakan negara industri nomor satu yang memiliki sistem pendidikan vokasi unggul di dunia.
Di Jerman, kata dia, sistem pendidikan 100 persen disubsidi oleh pemerintah, sehingga kuliah vokasi dan pelatihan industri tersedia secara gratis.
“Program ausbildung adalah program kuliah vokasi di mana 30 persen fokus pada kuliah di kampus dan 70 persen pada pelatihan industri,” jelasnya.
Menurutnya, dalam program ini, kuliah vokasi dilakukan secara gratis, dan para peserta pelatihan industri menerima bayaran antara Rp18 hingga Rp30 juta setiap bulan.
“Ini adalah program yang sangat unggul dan hingga saat ini hanya ada di Jerman. Beberapa negara telah mencoba mengikuti program serupa, namun belum berhasil. Program ini telah ada sejak Perang Dunia Pertama,” ungkapnya.
Jerman menjadi barometer pendidikan vokasi dunia, karena memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk mendapatkan pendidikan terbaik dengan biaya yang sangat terjangkau.
“Awalnya itu memang ada biaya sekitar Rp52 juta untuk keperluan mulai kursus, pengurusan berkas, keberangkatan ke Jerman, hingga biaya hidup bulan pertama di Jerman,” jelasnya.
Meski demikian, kata dia, pihaknya sedang mengupayakan agar di tahun 2025 nanti semua biaya mulai tiket pesawat dan visa akan ditanggung oleh industri Jerman.
“Negosiasi sedang berlangsung dengan tujuan agar tahun 2025 nanti, semua biaya akan ditanggung oleh Jerman. Ini akan membantu persiapan adik-adik untuk bergabung dalam program ini dengan biaya yang sangat terbatas,” jelasnya.
Dia menekankan, setiap tahun ada dana sebesar 800 miliar yang dialokasikan untuk program yang mereka bawa ke Indonesia. Salah satu tujuan utama adalah membantu mereka yang memiliki keterbatasan finansial untuk tetap mengikuti program pendidikan vokasi.
“Dana itu akan dipinjamkan dengan pengaturan cicilan yang bisa dilakukan secara bertahap tanpa bunga, setelah peserta mendapatkan pekerjaan,” tandasnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi menjelaskan, sekitar 3000 peserta dari berbagai SMA dan SMK akan menjadi bagian dari tahap pertama pengiriman ke Jerman.
“Tetapi saat ini baru 180 peserta yang berhasil mendaftar dari total target peserta yakni 3000 orang,” ungkapnya.
Program ini direncanakan berlangsung selama 4 tahun dan akan dievaluasi secara berkala. Jika hasil kerja sama dalam periode tersebut positif, kemungkinan akan ada perpanjangan waktu kerja sama melalui tahapan evaluasi lebih lanjut.
“Diharapkan dengan kerja sama ini, generasi muda NTT bisa kembali dan berkontribusi untuk mengembangkan sumber daya dan potensi yang ada di NTT,” pungkas Linus.***