Hukrim  

Proyek Jembatan Kembar Liliba Diduga Bermasalah, Pemilik Lahan Lapor Polisi

KUPANG, HN – Proyek pembangunan Jembatan Kembar Liliba yang berlokasi di Kelurahan Liliba, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur ternyata masih menyisakan persoalan lahan.

Proyek Jembatan Kembar Liliba dengan nilai kontrak Rp. 72.413.655.000 ini dikerjakan tanpa persetujuan pemilik lahan atas nama Anderias Bessie.

Merasa lahannya dirampas, Anderias kemudian melaporkan PT. Dewanto Pratama, PT. Buana Archicon, dan PT. Gagas Adi Bagaskara ke Polresta Kupang Kota.

Laporan itu tertuang dalam LP Nomor: STTLP / B / 989 / XI / 2023 / SPKT / Polresta Kupang Kota / Polda Nusa Tenggara Timur, Rabu 8 November 2023, pukul 20:02 Wita.

Menurut Anderias, ia menempuh jalur hukum karena menilai Pemprov NTT dan Pemkot Kupang seolah mengabaikan hak kepemilikan lahan mereka.

“Pemerintah dan pihak terkait dalam proyek jembatan ini seperti mengabaikan hak kepemilikan lahan kami,” ujar Anderias kepada sejumlah awak media di Kupang.

BACA JUGA:  Puluhan Tahun Pengabdian Sason Helan untuk KSP Kopdit Swasti Sari

Anderias menyebut bidang tanah seluas 500 meter persegi di sekitar kawasan jembatan Liliba itu ia miliki sejak tahun 1993. Namun ia akui bahwa sertifikat bernomor 523 itu milik pemerintah.

Meski demikian, setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, mereka menemukan bahwa ada sisa tanah yang diberikan kepadanya setelah pelepasan hak pada tahun 1993.

Sisa tanah ini, kata dia, awalnya dimiliki oleh Martinus Sabaat, sebelum diberikan kepada Anderias Bessie sesuai dengan sertifikat nomor 523 yang saat ini dipegang oleh pihak aset.

“Berarti tanah ini pernah diberikan juga kepada pihak lain, dan sisanya diberikan kepada saya sesuai sertifikat nomor 523 yang sekarang dipegang pihak aset,” ungkapnya.

BACA JUGA:  Indonesia dan Timor Leste Resmikan Layanan Bus ALBN Kupang-Dili, Tarif Mulai Rp350.000

Anderias mengaku prihatin terhadap minimnya respon atau tanggapan pemerintah terhadap surat yang sudah mereka kirim sebanyak lima kali.

Dia menjelaskan, dari lima surat yang dikirim, hanya satu kali tanggapan yang mereka terima, berisi permintaan untuk mencabut papan hak milik yang berada di lokasi.

“Sebelum proyek itu dikerjakan, papan hak milik tanah saya sudah ada di lokasi. Tetapi mereka tidak indahkan itu dan justru menyerobot masuk,” jelasnya.

Dia juga mengklaim bahwa proses pembangunan jembatan, lokasi tanahnya telah dirusak menggunakan ekskavator untuk menggusur tanah yang berada di lokasi miliknya.

Meski demikian, Anderias mengaku tidak ingin menghambat proyek yang sedang dikerjakan. Namun dia menginginkan agar hak kepemilikan lahan harus dihormati.

“Yang jadi masalah itu hak milik kami yang diabaikan. Saya minta pemerintah panggil kita sebagai pemilik lahan untuk lakukan pengukuran dan penetapan batas ulang,” ungkapnya.

BACA JUGA:  DPD Gerindra NTT Optimis Kembalikan Kejayaan Partai di Pemilu 2024

Ia menyebut pihaknya juga mengantongi bukti kepemilikan tanah yang dimilikinya mencakup perjanjian jual beli tanah diatas kertas segel berlambang Garuda.

Bukti lain yang dikantongi berupa putusan Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tinggi, serta luas tanah pribadinya yang mencapai 500 meter persegi.

“Jadi saya pegang putusan pengadilan yang tidak bisa di intervensi oleh siapapun. Saya harap semua pihak terkait bisa duduk bersama untuk selesaikan persoalan ini,” tandanya.

Sebelumnya, Andreas sudah mengirim surat ke berbagai instansi, termasuk Polda NTT, Polresta Kupang Kota, Kejati NTT, Kejari Kota Kupang, ketua DPRD, BPN Kota Kupang, BPN Provinsi NTT dan Walikota Kupang.***

error: Content is protected !!