Hukrim  

Anggota DPRD Flotim Laporkan Penjabat Bupati Atas Dugaan Korupsi Rp. 2,5 Miliar

KUPANG, HN – Ada pemandangan lain di Kejaksaan Negeri Flores Timur hari ini. 19 Anggota DPRD Flores Timur Periode 2004-2009, melaporkan dugaan korupsi Penjabat Bupati Flores Timur Doris Rihi, ke Kejaksaan Negeri Flores Timur.

Rombongan Anggota DPRD Flores Timur 2004-2009 tersebut tiba di Kejaksaan Negeri Larantuka pada pukul 13.50 Wita dan melakukan pertemuan dengan pihak Kejaksaan Negeri Larantuka sebelum menyerahkan laporan dugaan korupsi tersebut. 

Dugaan korupsi ini bermula dari kelalaian Penjabat Bupati Flores Timur Doris Rihi, yang tidak menerbitkan Peraturan Bupati tentang Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) Tahun Anggaran 2022 dan 2023 yang menjadi dasar dari pembayaran Tunjangan Komunikasi Intensif, Dana Reses, BOP pimpinan dan Anggota DPRD Flores Timur periode 2019-2024.

“Perbuatan penjabat bupati yang tidak menerbitkan Perbup KKD adalah tindakan penyalagunaan wewenang,”ujar Mikael Betawi Tokan, yang merupakan Ketua DPRD Flores Timur periode 2004-2009.

Menurut Betawi Tokan, pembayaran TKI, reses dan BOP pimpinan dan DPRD periode 2019-2024 atas dasar asumsi pemerintah bahwa KKD Flotim “sedang”.

“Sementara itu faktanya KKD Flotim untuk  tahun anggaran 2022 dan 2023 adalah “rendah”,  sehingga telah terjadi salah bayar yang  berakibat terjadinya kerugian daerah  senilai kurang lebih Rp.2.545.830.000,” tegas Betawi Tokan.

BACA JUGA:  Usung Anis Jadi Capres 2024, Ini Tanggapan Anggota DPRD Manggarai

Betawi Tokan kemudian menyampaikan harapan dirinya bersama  15 Anggota DPRD Flores Timur 2004-2009 yang hari ini menyerahkan laporan dugaan korupsi tersebut.

“Kami berharap Kajari Flores Timur segera menindaklanjuti laporan kami tanpa tebang pilih, karena semua orang sama kedudukannya di depan hukum dengan memeriksa pihak yang diduga terlibat dan dengan sengaja telah merugikan keuangan daerah,”ucap Betawi Tokan dengan tegas.

Dalam kesempatan tersebut, salah satu anggota DPRD Flores Timur 2004-2009, Theodorus Wungubelen, SH menyampaikan keheranannya terkait turunnya kemampuan keuangan daerah dari posisi sedang menjadi rendah. Menurut Wungubelen, “Kepemimpinan beberapa bupati sebelumnya KKD Flores Timur selalu berada pada level sedang, baru pada kepemimpinan orang ini KKD Flores Timur turun menjadi rendah. Ini juga bisa menjadi salah satu indikator lemahnya kemampuan sebagai pemimpin daerah,” ujar Wungubelen.

Ia juga menambahkan, dari aspek tempus Perbup KKD ini seharusnya sudah terbit sebelum realisasi anggaran tahun anggran berjalan sehingga seluruh pembayaran termasuk pembayaran  Dana TKI, reses, BOP Pimpinan DPRD mengacu pada perbup ini. “Karena lemahnya kepemimpinan penjabat bupati, perbup ini tidak diterbitkan untuk tahun anggaran 2022 sehingga diduga telah merugikan keuangan daerah senilai 1, 6 M berdasarkan LHP BPK RI perwakilan NTT,” papar Wungubelen.

BACA JUGA:  Jaksa Tetapkan 2 Orang Tersangka Kasus Terminal Kembur di Manggarai Timur

Theodorus Wungubelen, kemudian menguraikan, untuk tahun anggaran 2023, BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Tahun Anggaran 2022, telah meminta penjabat bupati menerbitkan perbup KKD untuk TA 2023. “Tapi karena memang dasarnya kemampuan kepemimpinannya lemah, Perbup yang seharusnya telah terbit di awal tahun anggaran 2023, ternyata baru  diterbitkan oleh Penjabat Bupati  di bulan Juli 2023 melalui Perbup nomor 13 tahun 2023. Yang lebih menyedihkan, pada pasal 8 menegaskan  perbup dimaksud diberlakukan surut terhitung dari bulan Januari 2023,”j kata Wungubelen menjelaskan.

Ia kemudian menambahkan, kesalahan dari perbup ini adalah diberlakukan surut, padahal Indonesia tidak mengenal asas berlaku surut pada peraturan perundang-undangan.  Akibat lanjutnya, kata Wungubelen, pembayaran TKI, tunjangan reses dan BOP pimpinan DPRD utk TA 2023 yang telah dibayarkan tanpa dasar perbub dan dibayarkan atas dasar asumsi KKD sedang.

“Maka kemudian terjadilah litani salah bayar, akibat salah bayar dengan kelebihan sekitar 800-an juta lebih terhitung dari bulan Januari 2023 sampai dengan bulan Juni 2023  yang telah di terima oleh pimpinan dan anggota DPRD periode 2019-2024. Dan, ini semua terjadi karena lemahnya kepemimpinan penjabat bupati,” ujar  Wungubelen.

BACA JUGA:  Marten Konay Sebut Pernyataan Thobias Mesah Adalah Sebuah Kekeliruan Besar

Ia kemudian menegaskan pembayaran TKI, reses, dan BPO pimpinan dan anggota  DPRD periode 2019 -2024 tanpa dasar Perbup KKD dan dibayarkan atas dasar asumsi  adalah bentuk penyalahgunaan wewenang. “Selain itu tindakan penjabat bupati yang memberlakukan surut perbub KKD 2023 dari bulan Januari 2023 adalah tindakan sewenang-wenang seorang pejabat,” tegas Wungubelen.

Wungbelen, yang juga merupakan aktivis anti korupsi di Flores Timur tersebut juga mengatakan, berdasarkan ketentuan undang-undang Nomor 30 Thn 2014  bahwa kerugian daerah akibat terjadinya penyalagunaan wewenang maka tanggung jawab hukum dibebankan kepada pejabat tersebut atas kesalahannya.

“Jadi, dalam kasus ini tanggung jawab itu ada pada pemerintah, dalam hal ini penjabat bupati, yang tidak menerbitkan Perbup KKD sebagai dasar pembayaran sehingga menjadi benar bagi kami ketika melaporkan dugaan korupsi penjabat bupati Flores Timur,” ujar Wungubelen menutup pembicaraan.***

error: Content is protected !!