KUB Bank NTT-Bank DKI Mandek di Meja Pj Gubernur, James Adam: PSP Harus Rasional dan Objektif

KUPANG, HN – Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia Kalake, selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank NTT hingga kini belum juga menyetujui skema Kelompok Usaha Bank (KUB) antara Bank NTT dan Bank DKI.

Bank NTT terancam turun status jadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR), jika tidak segera diselamatkan. Dikhawatirkan, polemik ini juga akan berimbas pada status kesehatan bank yang semula sehat akan menjadi tidak sehat.

Pengamat Ekonomi, Dr. James Adam mengatakan, Bank NTT harus memenuhi modal inti minimum sebesar Rp3 triliun. Sedangkan saat ini bank masih kekurangan dana sekitar Rp600 miliar lebih.

“Sekarang tinggal beberapa bulan lagi. Sedangkan hitungan angka-angka, kemungkinan belum tentu angka Rp600 miliar itu bisa terkumpul dalam waktu dekat,” ujar Jemes Adam, Jumat 3 Mei 2024.

Menurut dia, secara sistem bank, ada satu peluang yang bisa ditempuh, yakni melalui pola Kelompok Usaha Bank (KUB) dengan bank daerah lain yang ada di Indonesia.

“Sebetulnya, ini memberikan peluang bagi Bank NTT untuk bisa memenuhi modal inti minimum, dengan cara melakukan kerja sama dengan Bank DKI,” jelasnya.

Harusnya, kata dia, Pemprov NTT selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) berpikir lebih objektif dan rasional, dan masalah ini harus menjadi beban pemegang saham di seluruh kabupaten/kota NTT.

BACA JUGA:  Surat Rahasia Bocor, Donny Handoko: Bank Adalah Industri yang Harus Dijaga

“Tetapi ini tidak mungkin lagi untuk pemerintah daerah melakukan penambahan modal atau penyertaan modal, karena APBD tahun 2024 sudah diketuk tahun lalu. Jadi tidak mungkin ada kebijakan itu di pertengahan awal tahun 2024,” ungkapnya.

Sehingga salah satu cara yang harus dilakukan adalah lewat pola KUB. Maka harusnya PSP sudah memiliki kebijakan yang objektif untuk bantu Bank NTT, supaya bank tidak mendapat sanksi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), salah satunya turun status jadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

“Persoalan kita sekarang ini pada posisi kejar kejaran dengan waktu. Karena bulan Desember 2024 harus memenuhi modal inti Rp3 triliun. Karena itu, tidak ada jalan lain selain KUB. Jadi kuncinya sekarang itu ada di PSP,” jelasnya.

“Jadi Ini sangat fatal. Kalau Pemprov NTT salah menentukan kebijakan, maka Bank NTT yang menjadi bank kebanggaan masyarakat tidak ada apa – apanya,” jelas James menambahkan.

Menurut dia, nilai plus yang didapat Bank NTT dalam jangka pendek adalah bisa memenuhi syarat OJK, yaitu memenuhi modal inti minimum sebesar Rp3 triliun.

“Sedangkan untungnya, ketika sudah masuk dalam pola KUB bersama Bank DKI, maka dengan sendirinya Bank NTT juga akan melonjak. Karena yang menjadi pendamping ini adalah Bank DKI yang sudah ada di level paling atas dari Bank NTT,” ungkapnya.

BACA JUGA:  Kunjungi Shanghai, Bobby Liyanto Buka Peluang Investasi dan Kerjasama Bisnis NTT-China

Selain itu, jaringan kerja dari Bank NTT juga semakin luas, sehingga tidak ada kerugian apapun dari pola atau skema kerjasama KUB dengan Bank DKI.

“Tidak ada minus dengan KUB ini. Yang ada kita dapat nilai plus dobel. Jadi pola KUB kalau diterapkan justru membawa keuntungan besar bagi Bank NTT, dimana status bank tertolong, dan dalam jangka panjang bank ini lebih maju,” ungkapnya.

Meski demikian, James menyebut pasti Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia Kalake pasti memiliki kebijakan yang objektif dalam tanda kutip, bahwa dia tidak melihat jangka pendek hingga bulan Desember 2024.

“Tetapi, kita saat ini dikejar waktu. Karena setelah persetujuan KUB kan masih ada proses lagi. Bukan selesai disitu. Mudah mudahan OJK melihat kondisi dan fakta yang terjadi di lapangan, dan ada semacam keringanan atau kebijakan lain yang dibuat OJK,” ungkapnya.

“Misalnya mungkin ada Rp200 atau Rp300 miliar disetor dulu. Tetapi kalau OJK berpegang teguh pada regulasi, maka akan menjadi susah dan rumit. Satu-satunya yang bisa menolong adalah surat pernyataan persetujuan dari PSP,” tambah James.

BACA JUGA:  Bank NTT Resmi Buka Layanan Bank Devisa di 11 Kantor Cabang

Dia juga memberikan saran kepada para penasihat yang memberikan pertimbangan kepada Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia Kalake.

“Penjabat ini kan bukan orang ekonomi, bisnis maupun perbankan. Jadi dia harus diberikan pandangan yang rasional dan objektif. Pertama yang harus diingat bahwa bank ini milik rakyat NTT,” terangnya.

James menegaskan, sebagai orang NTT, harus membuat kebijakan jangka pendek untuk menolong Bank NTT untuk bisa hidup 40 hingga 50 tahun lagi kedepan.

“Jadi jangan bikin kebijakan yang salah dan tidak tepat. Kasihan ini bank. Karana itu saya saran Pj Gubernur untuk berikan kebijakan objektif dan rasional,” terangnya.

“Orang-oramg yang memberikan pertimbangan untuk Pj Gubernur juga harus rasional dan berpikir objektif. Karena kalau kita berikan pertimbangan positif, dan memberikan persetujuan KUB, maka nilai yang kita kasi hari ini itu akan terkenang sampai kapan pun,” tambahnya.

Termasuk Penjabat Gubernur, jika dia memberikan persetujuan, maka namanya akan tercatat selama lamanya, bahwa dia pernah menolong Bank NTT.

“Dan hari ini, tanda tangan Penjabat Gubernur NTT itu harganya emas untuk menolong Bank NTT,” pungkas James Adam.***

error: Content is protected !!