ENDE, HN – Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional (DPW PAN NTT) Ahmad Yohan menyoroti fenomena politik uang dan isu SARA yang mulai marak dimainkan oleh oknum tertentu jelang perhelatan Pilgub NTT 2024.
Anggota DPR RI Fraksi PAN ini mengaku prihatin dan sedih, jika melihat ada kandidat yang menggunakan isu SARA, bahkan politik uang (money politics) untuk meraih dukungan dari masyarakat.
“Kalau ada yang bagi-bagi uang dan menggunakan isu SARA, itu sangat kelihatan mereka tidak percaya diri, serta tidak punya ide dan gagasan untuk membangun NTT,” ujar Ahmad Yohan saat deklarasi MELKI-JOHNI di Ende, Jumat 20 September 2024.
Menurut Ahmad Yohan, praktik-praktik kotor seperti itu tidak hanya merendahkan harga diri masyarakat, tetapi juga menunjukan mereka tidak memiliki program, ide dan gagasan untuk memajukan NTT.
Dia kemudian mencontohkan ayam yang dijual para pedagang di pasar dengan harga mencapai Rp75 ribu per ekor, sehingga masyarakat diajak jangan mau dibodohi untuk menukar harga diri mereka dengan uang yang diberikan.
“Harga ayam di pasar Rp75 ribu. Bapa mama terima hanya Rp50 ribu. Artinya, harga diri bapa mama lebih rendah dari seekor ayam. Kita jangan mau dibodohi dan ditipu oleh orang yang sok-sok punya uang. Kenapa sekarang baru bagi uang ke masyarakat? Dulu kemana?,” tegasnya.
Pria yang akrab disapa Bang AYO ini mengingatkan masyarakat untuk menjaga harga diri dan martabat daerah Nusa Tenggara Timur, dan jangan mau dibeli oleh siapapun.
Ahmad Yohan menegaskan, Pilkada merupakan pesta demokrasi, dimana masyarakat diberikan kesempatan untuk menentukan pemimpin yang memiliki visi untuk membangun NTT. Bukan mengandalkan isu sara dan uang.
“Jangan sampai mau dibeli oleh siapapun. Pilgub ini adalah jalan kita untuk menjaga martabat NTT dan harga diri kita semua,” tegasnya.
Ahmad Yohan juga mengkritisi isu suku dan agama yang kerap dimainkan oknum tertentu. Sebagai bagian dari wilayah yang dikenal dengan nilai kebhinekaan, ia mengatakan NTT, khususnya Ende yang dikenal sebagai Kota Pancasila tidak boleh terpengaruh dengan narasi murahan seperti itu.
“Jangan percaya isu-isu agama yang dimainkan. Ini Kota Pancasila. Jadi jangan terpengaruh dengan isu seperti itu. Pilih pemimpin harus berdasarkan rekam jejak dan program yang ditawarkan,” terangnya.
Di akhir pidatonya, Ahmad Yohan mengajak masyarakat melihat program dan gagasan yang ditawarkan para kandidat. Karena bagi-bagi uang, menurutnya, hanya mencerminkan ketidakmampuan kandidat untuk bersaing secara sehat dengan program yang jelas.
“Kalau masih mau bayar-bayar pakai duit, maka orang ini tidak mengerti apa itu pilkada. Jangan percaya tukang tipu,” tegasnya.
Ahmad Yohan berharap masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya secara bijak dan tidak tergoda oleh uang, melainkan memilih pemimpin yang benar-benar memiliki komitmen untuk memajukan NTT.***