Zudan Fakrulloh Ingatkan Kepala Daerah Hindari Praktik Politik Balas Budi dan Balas Dendam

Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), Prof Zudan Arif Fakrulloh (Foto: Ist)

JAKARTA, HN – Ketua Umum Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), Prof Zudan Arif Fakrulloh, mengingatkan para kepala daerah yang akan dilantik untuk tidak menerapkan praktik balas budi atau balas dendam politik dalam penyusunan kebijakan dan tata kelola pemerintahan. Menurutnya, kepemimpinan harus berorientasi pada pelayanan publik, bukan kepentingan kelompok tertentu.

Dia menyebut, praktik poltik balas budi dan balas dendam dalam promosi, demosi dan mutasi harus diantisipasi secara bersama-sama.

Menurut dia, pelantikan kepala daerah yang dijadwalkan Kamis 20 Februari 2025 memang menjadi momentuem penting. Namun dikhawatirkan muncul dinamika politik yang dapat mengganggu stabilitas pemerintahan daerah.

“Pemerintahan daerah harus tetap berjalan dengan baik dan tidak gaduh. Oleh karena itu, setiap kepala daerah wajib mematuhi aturan yang berlaku dalam pengangkatan, pemberhentian, demosi dan mutasi pegawai berdasarkan asas kepegawaian yang benar dan adil,” tegas Zudan, Rabu 19 Februari 2025.

BACA JUGA:  Istri Thomas Ola Minta Dukungan dan Doa dari Masyarakat Lembata

Menghadapi dinamika politik pasca Pilkada, Zudan berharap prinsip good governance harus dipegang sebagai dasar dalam menjalankan roda pemerintahan.

“Kita harus terus menerus menegakan good governance, agar birokrasi tetap bersih, efisien, transparan dan akuntabel,” jelasnya.

Penerapan good governance bertujuan menciptakan birokrasi yang bersih, transparan dan melayani masyrakat, mencegah korupsi, baik secara politik maupun administratif, dan menjaga stabilitas serta pertumbuhan daerah secara berkelanjutan.

Sebelumnya, kata Zudan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang melarang kepala daerah melakukan mutasi pejabat menjelang Pilkada 2024.

BACA JUGA:  Ketum Korpri Usulkan Kualitas Layanan BPJS Kesehatan Bagi ASN Ditingkatkan

“Namun, setelah pelantikan, kepala daerah baru memiliki kewenangan untuk mengubah struktur kepemimpinan di daerahnya,” ungkap Zudan.

Untuk menghindari praktik pergantian pejabat yang tidak adil, Zudan mengajak semua pihak untuk berperan aktif dalam menjaga stabilitas pemerintahan dengan beberapa langkah strategis.

“Seperti mengawasi proses pergantian jabatan. Proses ini harus dilakukan secara transparan dan adil, bukan berdasarkan kepentingan politik sesaat,” kata Zudan.

Selain itu menjaga kestabilan pemerintahan, artinya pergantian pejabat tidak boleh sampai mengganggu jalannya pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dan menghindari konflik kepentingan.

BACA JUGA:  Jelang Pelantikan, Ahmad Yohan Minta Melki-Johni Fokus Atasi Kemiskinan di NTT

Menurut Zudan, kepala daerah yang baru dilantik harus menjauhkan diri dari intervensi politik dalam menentukan pejabat daerah.

“Jangan sampai perubahan struktur hanya menguntungkan kelompok tertentu tanpa mempertimbangkan profesionalisme dan meritokrasi,” tegasnya.

Zudan juga sampaikan dilarang mengangkat staf khusus dan tenaga ahli setelah resmi dilantik untuk menekan pemborosan anggaran dan mencegah pengangkatan pegawai berdasarkan kepentingan politik.

Nomenklatur staf khusus dan tenaga ahli tidak dikenal dalam sistem perangkat daerah. Daerah untuk menyelesaikan dulu proses honorer menjadi P3K dan tidak lagi mengangkat pegawai dalam bentuk apapun kecuali dari jalur ASN.

“Sanksi akan diberikan kepada kepala daerah yang melanggar,” tegas Prof. Zudan.***

error: Content is protected !!