KUPANG, HN – Anggota Komisi V DPRD NTT, Muhammad Ansor, menerima keluhan warga terkait layanan kesehatan bagi pasien pengguna BPJS saat menggelar reses di Kelurahan Lasiana, Kota Kupang, Sabtu 22 Maret 2025.
Salah satu isu utama yang disampaikan warga adalah soal kebijakan rumah sakit yang membatasi waktu rawat inap pasien BPJS hanya tiga hari.
Ani Ndolu Misa, salah satu warga yang hadir, mengaku kecewa dengan kebijakan itu. Ia menuturkan pengalamannya saat menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Kota Kupang.
“Kalau pakai BPJS, hanya tiga hari saja langsung disuruh pulang, meskipun kita belum sembuh. Mereka bilang pulang dulu, nanti baru datang lagi,” ujar Ndolu.
Menanggapi hal itu, Muhammad Ansor mengkritik rumah sakit yang menerapkan kebijakan terebut. Dia menegaskan, tidak ada aturan yang membatasi waktu perawatan bagi pasien BPJS di rumah sakit.
Pasien, kata Ansor, harus mendapatkan perawatan di rumah sakit hingga secara medis benar-benar dinyatakan sembuh oleh dokter.
“Tidak ada aturan itu. Pasien wajib dilayani oleh pihak rumah sakit sampai sembuh baru mereka boleh disuruh untuk pulang,” kata Ansor.
Ansor menegaskan akan membawa masalah itu ke rapat DPRD untuk mempertanyakan kebijakan rumah sakit terkait pembatasan waktu rawat inap bagi pasien BPJS.
“Kecuali pasien yang minta pulang sendiri. Tetapi kalau secara medis dokter menyatakan pasien belum bisa pulang, namun dipulangkan secara paksa, itu tidak boleh terjadi,” tegasnya.
Selain itu, Ansor juga menyoroti masalah ketersediaan obat bagi pasien BPJS. Menurutnya, pasien BPJS harusnya mendapat obat yang telah disediakan oleh rumah sakit, bukan justru dibebani untuk membeli obat tambahan di luar fasilitas kesehatan.
“Kalau pasien gunakan BPJS, obatnya juga harus BPJS. Tidak boleh pasien dibebankan untuk membeli obat lagi, kecuali jika obat tersebut memang tidak tersedia di rumah sakit,” ujarnya.
Ansor menambahkan, pihak rumah sakit harusnya menyediakan alternatif obat generik jika obat utama tidak tersedia. Karana, kata dia, banyak juga keluhan dari masyarakat.
“Karena rumah sakit sudah mendapatkan obat itu dari pemerintah. Kalau pun tidak ada, mereka bisa cari obat generik yang setara, bukan malah menyuruh pasien membeli obat di luar,” tandasnya.***