KUPANG, HN – International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) dan Pemerintah Provinsi NTT berkolaborasi menyusun roadmap ekonomi hijau-biru, mencakup sektor terbarukan berbasis lahan pertanian, peternakan, juga perikanan.
“Agar ekonomi hijau ini bisa memacu pertumbuhan ekonomi kita untuk keberlangsungan hidup masyarakat NTT di masa depan,” ujar Kepala Bappelitbangda NTT, Alfonsius Theodorus kepada wartawan di Kupang, Rabu 7 Mei 2025.
Menurut dia, kolaborasi lintas pihak sangat penting dilakukan untuk mewujudkan pembangunan keberlanjutan yang memiliki dampak langsung bagi masyarakat NTT.
“Kolaborasi kita dengan ICRAF ini menjadi ujung tombak bagi langkah-langkah cerdas kita. Roadmap ini menjadi kerangka besar dalam mengimplementasikan ekonomi hijau di NTT,” jelas Aflons.
Menurut dia, NTT merupakan provinsi yang memiliki potensi luar biasa. Sehingga sangat penting dilakukan pemetaan untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) lima tahun kedepan.
“Jadi kita punya potensi luar biasa. Dengan mapping ini, kita bisa ambil keputusan terukur demi medorong pertumbuhan ekonomi rakyat,” ungkapnya.
Alfons menjelaskan, roadmap itu harus didukung pemerintah pusat, dan juga Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga pelaksanaan di lapangan berjalan optimal.
“Kita tidak hanya eksploitasi sumber daya, tapi pastikan ekonomi hijau dan biru berjalan. Jadi ICRAF ini penopang serius untuk wujudkan semua. Indeks ini harus bisa terukur dan berdampak nyata di masyarakat,” jelasnya.
Alfons menyebut hilirisasi dalam pembangunan ekonomi hijau sangat penting. Pemprov NTT mendorong konsep one village one product agar setiap desa dapat mengembangkan potensi lokalnya maisng-masing, namun ramah lingkungan.
“Jadi hilirisasi ini bukan sembarang. Contoh kita eksploitasi kopi, bukan berarti kita babat hutan lalu tanam kopi. Tetapi bagaimana kopi yang sudah ada harus dioptimalkan. Artinya kita tidak jual bahan mentah lagi. Kopi itu kita olah baru dijual dalam bentuk prodak ke luar NTT,” terangnya.
Mengenai pembiayaan, Alfonsius menyebutkan keterlibatan mitra global menjadi hal krusial dalam menutupi keterbatasan fiskal daerah.
“Kanada mendukung ICRAF, dan untuk isu perubahan iklim ada Norwegia. Kolaborasi dengan lembaga mitra internasional adalah pintu masuk utama,” pungkasnya.
Direktur ICRAF Indoensia, Andree Rkadinata menyebut mereka ingin membantu Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk merancang strategi pembangunan yang tepat hingga tahun 2050.
“Jadi bagaimana sektor berbasis lahan ini bisa tumbuh tanpa menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Sektor yang dimaksud adalah pertanian, kehutanan dan perkebunan,” jelas Andree.
Dia menyebut tiga sektor ini memang sangat membutuhkan berbagai intervensi untuk bisa terus tumbuh dan mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Untuk menjalankan, kata Andree, dibuthkan tiga hal, yakni: pertama; alokasi lahan untuk sektor tersebut masih tetap ada sampai 50 tahun kedepan. Jangan sampai lahan habis, dan pertanian tidak bisa bertumbuh.
Kedua; bagaimana sektor ini bisa meningkatkan produktifitas, bukan hanya menambah lahan. Tetapi juga meningkatkan jumlah produksi tahunan.
Artinya, kata Andree, harus ditingkatkan ke arah pertanian yang lebih baik, dimana para petani juga wajib dibekali cara bertani yang baik, cara menanam, merawat hingga memanen dengan baik.
Ketiga; mencoba untuk naikan nilai tambah, yakni menaikan harga pasar dan membangun industri hilir atau hilirisasi untuk dapat meningkatkan nilai tambah bagi pertanian di Nusa Tenggara Timur.
“Itu yang kita coba masukan ke dokumen, dengan harapan di tahun 2050, bisa menjadi panduan untuk bisa dilakukan perbaikan di sektor kehutanan,” ungkapnya.
“Cara melaksanakannya adalah kita perlu tahu dulu bahwa ini rencana jangka panjang. Kita tidak bicara dua atau tiga tahun. Tetapi 30 tahun kedepan,” jelas Andree menambahkan.
Andree menabhakan, semua rencana itu akan dimasukan ke dalam rencana pembangunan jangka panjang yang akan berlangsung selama 30 tahun ke depan.
“Sehingga nantinya ada pemerintahan yang baru dan RPJMD yang baru, tetapi semua sudah termasuk dalam rencana pembangunan jangka panjang. Jadi siapa pemerintahanya, dia bisa melanjutkan program ini secara continou,” pungkasnya.
Diketahui, rencana induk ekonomi hijau atau green growth plan (GGP) diinisiasi oleh pemprov NTT, melalui Bapperida, bersama ICRAF Indonesia dalam kegiatan riset-aksi Land4Lives atau Lahan untuk Kehidupan, yang disokong oleh Kanada.***