KUPANG, HN – Kasus dugaan korupsi penyertaan modal senilai Rp25 miliar di PT Penjamin Kredit Daerah (Jamkrida) Nusa Tenggara Timur (NTT) menyeret tiga pejabat tinggi perusahaan.
Praktik ini mencoreng citra Badan Usaha Milik Daerah yang dibentuk untuk memperkuat sistem penjamin kredit, terutama bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di NTT.
Kejaksaan Tinggi NTT telah menetapkan Direktur Utama, Direktur Operasional, dan Kepala Divisi Umum dan Keuangan sebagai tersangka, Jumat 9 Mei 2025.
Ketiga pejabat yang tersandung kasus ini adalah Direktur Utama PT Jamkrida NTT, Ibrahim Imang, Direktur Operasional, OFM, serta Kepala Divisi Umum dan Keuangan, QMK.
Berdasarkan hasil audit dan penghitungan ahli, nilai kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari praktik korupsi ini mencapai Rp4,75 miliar.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 2 juncto Pasal 18 serta Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Wakajati NTT, Ikhwan Hakim mengatakan, pihaknya serius menangani setiap kasus dugaan korupsi, apalagi berdampak langsung terhadap keuangan negara dan kepentingan masyarakat.
“Kami mencermati selama ini, penggunaan APBN tidak efektif karena lemahnya tatakelola, pelanggaran aturan pengadaan barang dan jasa oleh kementrian, lembaga maupun OPD,” ujar Hakim.
Menurut dia, kondisi ini sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan, khususnya penanggulangan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di Nusa Tenggara Timur.
“Karena unsur pengawasan internal maupun fungsi APIP tidak berjalan optimal, sementara penegakan hukum yang menjadi benteng terakhir masih belum progresif dan tegas di banyak daerah,” jelasnya.
Sehingga, kata dia, pihaknya akan melakukan pencegahan di sektor krusial pembangunan, seperti proyek-proyek ketahanan pangan, pendidikan, dan kesehatan, karena berdampak langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat.
Dia menyebut, Kejati NTT akan memaksimalkan pemulihan kerugian negara, baik melalui proses litigasi maupun upaya non litigasi, seperti gugatan perdata atau pendekatan perdata laninya.
“Jadi hal ini dilakukan guna memastikan kerugian keuangan negara dapat dikembalikan ke khas negara,” tegas Ikhwan Hakim.
Hakim menegaskan, Kejati NTT dan seluruh jajaran dukung penuh gerakan pemberantasan korupsi oleh Jaksa Agung RI dan Presiden RI, untuk menjaga akuntabilitas dan efektivitas penggunaan APBN dan APBD.
“Prioritas utama penegakan hukum saat ini adalah mengawal setiap rupiah anggaran negara agar tepat guna dan memberikan manfaat bagi rakyat,” pungkas Hakim.***