KUPANG, HN – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan menyebut Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berpeluang memanfaatkan carbon credit sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Carbon credit adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2), dengan memberikan insentif ekonomi kepada perusahaan atau individu yang berhasil mengurangi emisi mereka.
Carbon credit juga dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
“NTT Berpeluang memanfaatkan potensi carbon credit sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ekosistem hutan & mangrove NTT menjadi alternative pengelolaan hasil
hutan dengan melakukan rehabilitasi dan konservasi,” kata Ahmad Yohan, Selasa (23/9/2025) dalam sosialisasi dan bimtek pelaksanaan rehabilitasi dan lahan Kementerian Kehutanan di Hotel On The Rock Kupang.
Menurut dia, hutan bertindak sebagai penyerap karbon. Lewat proses fotosintesis, pohon menyerap karbondioksida dan menyimpannya dalam bentuk biomassa (batang, daun, akar) dan tanah.
Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) NTT itu menyebut 1 hektare hutan bisa menyerap hingga 100-200 ton karbondioksida per tahun tergantung jenis dan kondisi hutan.
Hutan, kata Ahmad Yohan, yang dijaga dari deforestasi atau direstorasi bisa menghasilkan Verified Carbon Units (VCU). Kredit ini bisa dijual di pasar karbon, baik nasional (IDXCarbon) maupun internasional (Verra, Gold Standard).
“Satu kredit karbon sama dengan 1 ton karbondioksida yang berhasil dikurangi atau diserap,” sambung dia.
Sisi lain, hutan bisa memberi sumber pendapatan alternatif. Kredit karbon dari hutan bisa menjadi sumber pendapatan untuk pemerintah daerah hingga masyarakat adat dan warga lokal. Hutan juga mengurangi ketergantungan pada penebangan liar atau pembukaan lahan.
Ahmad Yohan mengatakan, proyek karbon hutan sering melibatkan masyarakat lokal dalam patroli hutan, penanaman pohon, monitoring biodiversitas, dan masyarakat bisa mendapat pendapatan, pelatihan, dan infrastruktur sosial.
Ia berkata, perlindungan hutan untuk karbon juga otomatis melestarikan habitat satwa langka. Hutan turut menjaga ekosistem dan tata air sekaligus menjaga siklus air, kesuburan tanah hingga pencegahan banjir dan longsor.
“Mandat pengelolaan sumberdaya alam adalah untuk dipergunakan bagi sebesar besarnya bagi kemakmuran rakyat. Undang Undang Dasar Republik Indonesia Pasal 33 ayat 3 Pemanfaatan Hutan Berbasis
Masyarakat,” ujarnya.
Secara khusus, Ahmad Yohan menyoroti
permasalahan pengelolaan sumber daya hutan di NTT. Salah satunya, alih fungsi hutan untuk pertanian dan perkebunan.
Selain itu, masih kerap terjadi konflik lahan antara masyarakat adat/lokal dengan pemerintah/perusahaan. Ada juga penggundulan hutan menyebabkan kekeringan
“Kebakaran hutan, minim produksi kayu meranti, masih mendatangkan dari Sulawesi.
Kordinasi antar lembaga yang belum optimal.
Minimnya peran serta masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan hutan,” kata Ahmad Yohan memaparkan.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Benain Noelmina, Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT), Kludolfus Tuames mengatakan, kehadiran Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan adalah bentuk dukungan.
“Kita bersyukur dan berbangga kehadiran beliau. Beliau juga menyampaikan sosialisasi yang masif sehingga kita punya pemahaman yang sama,” katanya dalam sosialisasi dan bimtek di Kupang.
Tuames menyebut, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI juga mendorong adanya dukungan sesuai dengan topografi di NTT. Khususnya, upaya konservasi air di wilayah NTT. Hal itu perlu dilakukan agar meningkatkan air sungai bawa tanah.
Dengan begitu maka sumber air menjadi lebih banyak. Kuncinya adalah dengan melakukan penanaman dan perawatan pohon. Itu sangat efisien dan bisa menggunakan tenaga yang ada. Apalagi, masyarakat bisa mendukung itu.
“Hanya pohon saja yang melakukan fungsi penyerapan air yang paling baik dan murah. Sistem lain tapi butuh biaya tinggi. Potensi tenaga rakyat kita manfaatkan Kita siapkan bibit gratis untuk ditanam,” ujarnya.
Tuames mengatakan, bimtek yang dilakukan itu hampir 100 orang yang diharapkan menjadi ujung tombak dan pelopor perubahan dalam rehabilitasi kehutanan. Langkah kebaikan ini bisa menjadi modal penting untuk tidak merusak ekologi di NTT.
Dia menyebut bimtek kali ini melibatkan mahasiswa dan kelompok masyarakat di daratan Pulau Timor. Pemahaman bersama ini akan menjadi kekuatan dalam rangka menjaga ekosistem.***