Hukrim  

Berkas Sudah P21, Anggota BIN Diduga Pelaku KDRT Istri di Kupang Belum Ditahan

Frangki Roberto Djara (kanan) bersama kilennya Amel saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kupang (Foto: Eman Krova)

KUPANG, HN – Kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan seorang anggota Badan Intelijen Negara (BIN) di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur hingga kini masih menyisahkan tanda tanya.

Meski berkas perkara sudah dinyatakan lengkap atau P21 sejak tanggal 7 Agustus 2025, pelaku KDRT atas nama Nuralim sampai sekarang belum juga ditahan, dan masih bebas berkeliaran.

Kuasa hukum korban, Frangki Roberto Djara, SH mengatakan, Amel yang merupakan korban KDRT, sudah melaporkan kasus itu ke Polda NTT sejak tanggal 19 Maret 2025.

Dia menyebut, laporan Amel yang merupakan klien mereka sudah ditangani oleh Diskrimum Polda NTT, yang langsung melakukan penyidikan pada tanggal 9 Mei 2025.

“Namun dalam proses penyidikan itu, tidak dilakukan penahanan terhadap pelaku. Padahal klien kami tetap alami kekerasan fisik dari suaminya,” ujar Frangki, Selasa 26 Agustus 2025.

BACA JUGA:  Polisi Tangkap 2 Pelaku Curas di Kota Kupang, Korban Alami Kerugian Hingga Rp12 Juta

Selaku kuasa hukum korban, kata Frangki, ia melihat proses penyidikan hingga tahap P21, klien mereka merasa terancam karena pelaku belum ditahan.

“Pelaku masih bebas ke rumah dan bertemu dengan korban, sehingga berpotensi bisa terjadi kekerasan lagi terhadap korban kapan saja,” jelasnya.

Dia mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk tangani kasus ini secara profesional, sehingga tidak ada lagi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Karena, apabila pelaku ini tidak ditahan oleh pihak berwajib, maka bisa berakibat fatal bagi korban. Karena klien kami ini sudah alami KDRT berulang kali,” pungkasnya.

Amel yang merupakan korban KDRT mengaku suaminya yang adalah salah satu anggota Badan Intelijen Negara (BIN) bernama Nuralim yang bertugas di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Menurut Amel, pelaku hingga kini belum ditahan dan masih bebas berkeliaran, sehingga ia merasa terancam, karena sudah mengalami kekerasan berulang kali.

BACA JUGA:  Ahli Waris Konay Hormati Putusan PN, Singgung Berita Acara Eksekusi Tahun 1977

“Saya merasa terancam. Kejadian yang dilakukan sungguh sangat berulang. Saya takut sekali jika berakibat fatal pada diri saya. Karena saya punya dua anak, saru masih bayi dan satunya lagi baru kelas 1 SD,” ungkapnya.

Ia menuturkan salah satu peristiwa paling parah terjadi saat ia tengah menggendong bayi. Saat itu, ia dipukul, ditendang, diseret, dibenturkan ke tembok, dihantam kursi, hingga pelaku merobek ban mobilnya dengan pisau.

“Kejadian itu sangat tragis. Kepala saya dibenturkan, bahkan ban mobil saya dirusak. Warga yang menyelamatkan saya dan membawanya ke rumah sakit,” kata Amel.

Menurut Amel, kekerasan yang dialaminya sudah berlangsung berulang kali sejak Januari 2020. Saat itu, sang suami pernah menandatangani surat pernyataan di atas meterai dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Namun, kekerasan tetap terjadi.

BACA JUGA:  Kejati NTT Mulai Sita Kendaraan Dinas Yang Masih Digunakan Para Oknum Mantan Pejabat

“Motifnya saya tidak tahu, tetapi setiap kali ada masalah rumah tangga yang harusnya bisa diselesaikan dengan baik, justru sekali dilakukan dengan kekerasan fisik,” ungkapnya.

Selain mengalami kekerasan, Amel juga mengaku tidak mendapatkan nafkah dari suaminya. Ia harus menanggung biaya pengobatan sendiri dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya tanpa dukungan pelaku.

“Pengobatan saya pakai uang pribadi. Tidak ada sepeser pun dari suami. Bahkan nafkah untuk anak-anak tidak pernah diberikan,” terangnya.

Dia berharap agar aparat penegak hukum segera menahan suaminya. Ia khawatir jika pelaku tidak dilakukan penahanan, maka bisa menimbulkan dampak fatal bagi keselamatannya.

“Permintaan saya agar pelaku segera ditahan karena kejadian sudah berulang kali. Saya merasa sangat terancam,” pungkas Amel.***

error: Content is protected !!